kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Simak rekomendasi para analis untuk saham Tower Bersama (TBIG)


Minggu, 16 Juni 2019 / 17:25 WIB
Simak rekomendasi para analis untuk saham Tower Bersama (TBIG)


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten menara telekomunikasi berpotensi mencatat kinerja solid pada 2019. Hal ini sejalan dengan upaya operator telekomunikasi untuk terus meningkatkan kapasitas jaringannya.

Per kuartal I-2019, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG, anggota indeks Kompas100 ini) mencatatkan pendapatan Rp 1,31 triliun. Angka ini naik 27% dari periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1,03 triliun.

Kemudian, laba bersih periode berjalan TBIG per kuartal I-2019 turun 3% secara tahunan menjadi Rp 236,32 miliar. Sebelumnya, laba bersih periode berjalan menjadi Rp 229,3 miliar.

Penurunan laba ini disebabkan oleh meningkatnya beban pajak penghasilan, dari Rp 3,91 miliar menjadi Rp 73,94 miliar.

Sepanjang kuartal I-2019, emiten ini juga merealisasikan 510 tenant baru dengan rincian 127 menara dan 383 kolokasi. Sebagian besar tenant baru ini adalah untuk jaringan 4G.

Hingga akhir 2019, TBIG menargetkan bisa menambah 3.000 tenant baru yang terdiri dari pembangunan 1.000 menara baru dan kolokasi 2.000 menara.

Sebagai informasi, kolokasi adalah layanan di mana operator telekomunikasi menyewa menara yang sudah dimiliki perusahaan menara telekomunikasi.

Direktur Keuangan TBIG Helmy Yusman Santoso mengatakan, sebanyak 3.000 tenant baru tersebut akan dibangun di Jawa dan luar Jawa. “Kalau yang untuk menara baru, lebih dari 50% dibangun di luar Jawa, terutama Sumatera dan Kalimantan,” kata Helmy saat dihubungi Kontan.co.id, Sabtu (15/6).

Menurutnya, hal ini seiring dengan upaya operator telekomunikasi untuk memperluas jaringan 4G ke luar Jawa.

Ia mengatakan, peluang bisnis menara telekomunikasi masih bagus. Alasannya, masih banyak wilayah di Indonesia yang membutuhkan layanan 4G.

“Kualitas sinyal juga belum ideal sehingga para operator telekomunikasi masih akan berusaha memperbaiki kualitas layanan mereka dengan menambah base transceiver station (BTS),” ucap dia.

Sementara itu, sepanjang triwulan pertama 2019, PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) mencatatkan pendapatan Rp 1,48 triliun.

Angka ini naik 8,8% dari periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1,36 triliun. Sebaliknya, laba bersih menurun 9,8% dari Rp 518,7 menjadi Rp 472,46 miliar.

Berdasarkan catatan Kontan.co.id, Wakil Direktur Utama TOWR Adam Gifari mengatakan, perusahaannya akan menambah jaringan serat optik di kuartal III tahun ini.

TOWR berencana menambah 13.600 kilometer jaringan serat optik baru terutama di Jawa dan Sumatera. Perusahaan ini memiliki pipeline pembangunan serat optik sepanjang 27.000 kilometer. Dari situ, TOWR berharap pendapatan perusahaan bisa tumbuh 10% tahun ini.

Per akhir 2018, TOWR telah menambah jaringan serat optik sepanjang 9.400 kilometer. Tahun ini, TOWR juga akan menambah 700 BTS lagi. Mengutip pemberitaan Kontan.co.id, Minggu (9/6), TOWR memiliki 17.437 menara dengan jumlah penyewa mencapai 28.319.

Analis Fundamental Samuel Sekuritas Yosua Zisokhi mengatakan, misi operator telekomunikasi yang ingin terus meningkatkan jaringan 4G menjadi peluang cerah bagi emiten menara telekomunikasi.

Pasalnya, teknologi 4G memiliki tingkat kerapatan per BTS yang jauh lebih besar dibanding teknologi jaringan sebelumnya. “Memang menara yang dibutuhkan lebih kecil tapi jadi jauh lebih banyak,” kata dia Jumat (14/6).

Apalagi, menurut dia, ISAT dan EXCL yang terus berekspansi ke luar Jawa, terutama Sumatera dan Kalimantan. Pasalnya, jangkauan jaringannya kedua perusahaan ini masih tertinggal dibanding Telkomsel yang sudah lebih menjangkau seluruh Indonesia.

“Telkom juga tetap bekerja sama dengan emiten menara telekomunikasi. Hal ini membuat para emiten menara berpeluang memperoleh pendapatan tambahan dari kolokasi yang dilakukan ISAT dan EXCL di menara-menara yang disewa Telkom,” ucap dia.

Emiten menara juga berpotensi mencatatkan pertumbuhan pendapatan akibat adanya potensi penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia. Alasannya, belanja modal emiten menara telekomunikasi cukup besar dan biasanya menggunakan utang.

Dengan begitu, tren penurunan suku bunga serta naiknya peringkat obligasi Indonesia dapat membuat cost of fund juga turun.

Yosua merekomendasikan investor untuk buy saham TBIG dan TOWR. Alasannya, kedua emiten ini diproyeksi memiliki pendapatan yang solid dan adanya potensi kontrak baru dari para operator. Ia memiliki target harga jangka panjang TBIG Rp 5.250 dan TOWR Rp 1.000.

Sementara itu, Analis Teknikal MNC Sekuritas Herditya Wicaksana merekomendasikan untuk buy on weakness TBIG di area Rp 3.400-Rp 3.600 dan TOWR di area Rp 680-Rp 695.

Menurut dia, secara teknikal, kedua emiten ini akan mengalami koreksi terlebih dahulu. Ia memiliki target harga jangka panjang TBIG Rp 5.700-Rp 6.000 dan TOWR Rp 920. Per perdagangan Jumat (14/6), harga saham TBIG berada di level Rp 3.840 dan TOWR Rp 710.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×