Reporter: Nur Qolbi | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Tower Bersama Infrastucture Tbk (TBIG) pada kuartal I-2019 mencatatkan pendapatan Rp 1,31 triliun. Angka ini naik 27% dari periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1,03 triliun.
Secara rinci, pendapatan emiten dengan kapitalisasi terbesar dalam subsektor ini sepanjang kuartal I-2019 sebesar 44,44% berasal dari Telkomsel. Disusul oleh PT Indosat Ooredoo Tbk (ISAT) 21,92%, PT XL Axiata Tbk (EXCL) 18,01%, dan sisanya adalah PT Hutchison 3 Indonesia, PT Smartfren Telecom Tbk (FREN), PT Internux,
dan lainnya. Semua penghasilan tersebut berasal dari sewa menara telekomunikasi.
Kemudian, laba bersih periode berjalan TBIG per kuartal I-2019 turun 3% secara tahunan menjadi Rp 236,32 miliar. Sebelumnya, laba bersih periode berjalan menjadi Rp 229,3 miliar. Penurunan laba ini disebabkan oleh meningkatnya beban pajak penghasilan, dari Rp 3,91 miliar menjadi Rp 73,94 miliar.
Sepanjang kuartal I-2019, emiten ini juga merealisasikan 510 tenant baru dengan rincian 127 menara dan 383 kolokasi. Sebagian besar tenant baru ini adalah untuk jaringan 4G. Hingga akhir 2019, TBIG menargetkan bisa menambah 3.000 tenant baru yang terdiri dari pembangunan 1.000 menara baru dan kolokasi 2.000 menara. Sebagai informasi, kolokasi adalah layanan di mana operator telekomunikasi menyewa menara yang sudah dimiliki perusahaan menara telekomunikasi.
Direktur Keuangan TBIG Helmy Yusman Santoso mengatakan, sebanyak 3.000 tenant baru tersebut akan dibangun di Jawa dan luar Jawa. “Kalau yang untuk menara baru, lebih dari 50% dibangun di luar Jawa, terutama Sumatera dan Kalimantan,” kata Helmy saat dihubungi Kontan.co.id, Sabtu (15/6). Menurut dia, hal ini seiring dengan upaya operator telekomunikasi untuk memperluas jaringan 4G ke luar Jawa.
Ia mengatakan, peluang bisnis menara telekomunikasi masih bagus. Alasannya, masih banyak wilayah di Indonesia yang membutuhkan layanan 4G. “Kualitas sinyal juga belum ideal sehingga para operator telekomunikasi masih akan berusaha memperbaiki kualitas layanan mereka dengan menambah base transceiver station (BTS),” ucap dia.
Analis Samuel Sekuritas Yosua Zisokhi merekomendasikan investor untuk buy saham TBIG. Alasannya, emiten ini diproyeksi memiliki pendapatan yang solid dan adanya potensi kontrak baru dari para operator. Ia memiliki target harga jangka panjang TBIG Rp 5.250.
Sementara itu, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana merekomendasikan untuk buy on weakness TBIG di area Rp 3.400-Rp 3.600. Menurut dia, secara teknikal, saham emiten ini akan mengalami koreksi terlebih dahulu. Ia memiliki target harga jangka panjang TBIG Rp 5.700-Rp 6.000. Per perdagangan Jumat (14/6), harga saham TBIG berada di level Rp 3.840.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News