Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di bulan Februari Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberlakukan kenaikan cukai rokok, dengan rata-rata kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok 2021 sebesar 12,5%.
Kenaikan tersebut untuk sigaret kretek mesin (SKM) golongan I naik 16,9%, SKM golongan IIA naik 13,8%, SKM golongan IIB naik 15,4%. Lalu untuk sigaret putih mesin (SPM) golongan I naik 18,4%, SPM golongan IIA naik 16,5%, dan SPM golongan IIB naik 18,1%.
Akan tetapi, kebijakan kenaikan cukai ini tidak berlaku bagi sigaret kretek tangan (SKT) baik itu bagi golongan IA, SKT golongan IB, SKT golongan II, dan SKT golongan III.
Kenaikan rata-rata tarif CHT ini menurun dibandingkan dengan kenaikan yang dilakukan di tahun 2020, yang mana rata-rata kenaikan mencapai 23%, dengan rincian tarif cukai SKM 23,39%, SPM naik 29,95%, dan SKT atau sigaret putih tangan naik 12,84%.
Baca Juga: Wamenkeu Suahasil Nazara pantau penggunaan DBH CHT di Kabupaten Malang
Analis Samuel Sekuritas Indonesia Yosua Zishoki mengatakan bahwa kenaikan yang akan berdampak bagi industri rokok di tahun 2020 ini ada di emiten GGRM dan HMSP, karena kenaikan cukai lebih dirasakan oleh golongan I, dengan produksi lebih dari 3 miliar batang.
“Mereka kena cukai di atas 23%, dari situ beban cukainya naik kan, otomatis mereka harus menaikkan harga, cuma dengan menaikkan harga, takutnya demand turun, makanya mereka menaikkan harganya tidak terlalu tinggi, apalagi ada covid,” kata Yosua kepada kontan.co.id pekan lalu.
Di tahun 2020, emiten rokok mengalami penurunan pendapatan dan laba bersih, seperti PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) yang sudah melaporkan keuangannya.
HMSP mengalami penurunan laba bersih hingga 37,5% secara year on year (yoy) menjadi Rp 8,6 triliun dan GGRM mengalami penurunan laba sebanyak 29,7% secara yoy menjadi Rp 7,6 triliun.
Secara pendapatan tahun 2020, GGRM mengalami kenaikan pendapatan sebanyak 3,6% secara yoy menjadi Rp 114,5 triliun dan HMSP penurunan sebanyak 12,9% secara yoy menjadi Rp 92,4 triliun.
Untuk tahun 2021, Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya, mengatakan bahwa akan berat bagi HSMP dan GGRM karena kenaikan cukai yang terjadi.
Menurutnya meningkatkan margin di tahun ini akan sulit, meskipun untuk SKT tidak mengalami kenaikan, tetapi porsi penjualan masing-masing perusahaan tidak sebesar SKM.
tr5Baca Juga: Pendapatan Indonesian Tobacco (ITIC) naik 34,7% pada 2020, berikut pendorongnya
“Jadi big portion masih dari SKM, di mana SKM kenaikan cukainya cukup signifikan untuk tier-I, karena mereka berdua adalah tier-I itu di mana kenaikannya bertambah 16,9%, mereka masih ada downtrading, di mana consumer bakal beli rokok yang harganya lebih murah,” kata Christine.
Akan tetapi ia mengatakan bahwa katalis positif bagi perusahaan akan didapatkan apabila perusahaan membagikan dividennya.
“Mungkin kalau GGRM membayarkan dividen akan menjadi positif katalis, HSMP kan bagi-bagi dividen tahun ini, lumayan dengan bagi dividen harga sekarang, yieldnya lumayan signifikan,” kata Christine.
Analis Bahana Sekuritas Giovanni Dustin dan Jason Chandra dalam risetnya yang dirilis pada 19 Maret 2021 menilai bahwa di tahun 2021 kontraksi margin tidak dapat dihindari, mereka melihat bahwa dengan adanya penyesuaian harga, maka akan menjadi tantangan bagi GGRM dan HMSP.
Tantangan yang dilihat adalah pemulihan daya beli kemungkinan akan terjadi secara bertahap, hal ini dikarenakan kenaikan upah minimum yang mendekati nol dan pemulihan pasar kerja yang lambat.
Lalu, adanya kesenjangan dari tingkatan cukai yang melebar dari SKM/SPT golongan I dan SKM/SPT golongan II, serta penundaan pengenalan rencana penyederhanaan tingkat cukai, yang berarti tren perdagangan turun, kemungkinan akan berlanjut hingga 2021.
Mereka juga melihat bahwa dengan kenaikan tarif cukai tingkat satu yang tinggi di tengah pandemi seperti ini menandakan sikap pemerintah yang tidak mendukung sektor tersebut.
Baca Juga: Saham emiten rokok dinilai masih belum menarik, ini sebabnya
Yosua melihat untuk perusahaan rokok di golongan II mulai unjuk gigi. Ia memberikan contoh seperti PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) dengan evonya, Camel, dan PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) yang mulai naik.
“Kenapa jadi tantangan, karena harganya lumayan jauh dibandingkan tier-I, sehingga permintaan tidak terlalu banyak bagi tier-I,” kata Yosua.
Christine juga melihat dari peluang dari golongan dua diuntungkan dari konsumen yang downtrading, dengan hal ini ia melihat bahwa apakah GGRM dan HSMP kehilangan market share, atau kehilangan margin.
“Kalau dia naikin ASP (Average Selling Price), mereka akan lose market share, karena orang banyak yang pindah ke tier-II, kalo dia tidak naikin ASP-nya, margin dia akan kena. Karena cukai naiknya signfikan, either way jelek,” menurut Christine.
Senada, hal ini jua diungkapkan oleh Yosua, ia menilai bahwa situasi saat ini sama seperti di tahun 2020, dengan cukai yang naik, apabila perusahaan menaikkan ASP maka volume penjualan akan menurun, sehingga margin keuntungannya tidak terlalu tinggi, karena dari segi beban naik, tapi dari segi harga jual sulit untuk dinaikkan.
Akan tetapi ia melihat di tahun ini tidak akan seburuk yang terjadi di tahun 2020, karena permintaan yang masih tinggi walaupun masih berada dalam situasi pandemi.
“Masih ada peluang untuk meningkat, walaupun tidak setinggi 2019, tapi apakah ada kenaikan, saya masih yakin ada kenaikan kinerjanya di tahun 2021 ini dibandingkan 2020, Cuma masih akan lebih rendah dari pencapaian 2019,” kata Yosua.
Ia melihat bahwa kenaikan yang setara atau melebihi 2019 baru akan terjadi di tahun 2022, di mana kemungkinan permintaan akan lebih meningkat dibandingkan dengan tahun ini, yang kenaikan masih akan terjadi tetapi masih belum pulih sepenuhnya.
Berikut rekomendasi para analis untuk saham-saham sektor rokok:
1. PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP)
HMSP melalui paying program berkelanjutan Sampoerna bekerja sama dengan waste4change meluncurkan program uji coba riset daur ulang punting yang berlangsung dari Desember hingga Januari 2021. Hal ini merupakan salah satu wujud komitmen Sampoerna untuk konsep zero-waste.
Analis Samuel Sekuritas Indonesia, Yosua Zishoki merekomendasikan untuk jual saham HMSP dengan target harga Rp 1.140 per saham.
2. PT Gudang Garam Tbk (GGRM)
GGRM melirik salah satu usaha industry jalan tol, dengan mendirikan anak usaha baru, PT Surya Kertaagung Toll (SKT). Bisnis tersebut dianggap sebagai bisnis yang resilien dan menarik untuk penanaman modal.
Analis Bahana Sekuritas Giovanni Dustin dan Jason Chandra merekomendasikan untuk tahan dengan target harga Rp 41.750 per saham.
3. PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM)
Dengan produknya yang berada di golongan II, maka WIIM mempunyai potensi untuk meningkatkan penjualan dengan perbedaan harga yang cukup jauh dengan golongan I, sehingga potensi downtrading dari konsumen akan terjadi.
Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya merekomendasikan untuk buy dengan target harga Rp 1.000 per saham
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News