kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Simak rekomendasi analis untuk saham emiten Grup Lippo di 2019


Minggu, 10 Maret 2019 / 17:34 WIB
Simak rekomendasi analis untuk saham emiten Grup Lippo di 2019


Reporter: Krisantus de Rosari Binsasi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagian saham emiten yang tergabung dalam Grup Lippo melesat tajam tahun ini. Mengutip data RTI Business, saham PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) naik 80,26% secara year to date (ytd). Saham PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) naik 61,36% ytd.

Saham PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) juga naik 2,36% ytd. Saham PT Multipolar Tbk (MLPL) naik 62,16% ytd. Saham Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD) naik 18% ytd. Saham PT Star Pacific Tbk (LPLI) naik 58,88% ytd. Saham PT Lippo Securities Tbk (LPPS) naik 2,94% ytd.

Sedangkan saham PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) turun 30,71% ytd. Saham PT First Media Tbk (KBLV) turun 32,57% ytd. Saham PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) turun 6,69% ytd.

Saham PT Lippo General Insurance Tbk (LPGI) turun 23,02% ytd. Saham PT Bank Nationalnobu Tbk (NOBU) turun 2% ytd. Sedangkan saham PT Multipolar Technology Tbk (MLPT) tak mengalami stagnasi atau tak bergerak dari level Rp 915 per saham sejak akhir tahun 2018 lalu.

Selain itu, baru empat emiten Grup Lippo yang merilis kinerja keuangan untuk periode tahun 2018 seperti LPCK, LPKR, SILO dan LPPF. Dua emiten yang pertama mencatatkan kinerja yang cukup bagus, sementara dua emiten yang terakhir masih mencatatkan kerugian di akhir tahun lalu.

LPCK misalnya membukukan kenaikan penjualan 47,19% secara year on year (yoy) menjadi Rp 2,20 triliun pada akhir 2018.

Laba bersih LPCK melonjak 487,55% yoy menjadi Rp 2,15 triliun di akhir 2018. Lonjakan laba ini berasal dari keuntungan pencatatan investasi pada entitas asosiasi dengan nilai wajar yang mencapai Rp 2,36 triliun.

Keuntungan ini merupakan selisih antara nilai investasi pada entitas anak sebelum hilangnya pengendalian pada PT Mahkota Sentosa Utama yang merupakan pengembang Meikarta. Sekadar mengingatkan, LPCK sebelumnya memiliki 49,72% saham Mahkota Sentosa Utama. Tahun lalu, LPCK melepas kepemilikan ini.

Lalu untuk LPKR, di akhir 2018 mencatatkan pendapatan sebesar Rp 12,5 triliun sepanjang tahun 2018 atau tumbuh 18% yoy. Kenaikan pendapatan ini juga dibarengi dengan kenaikan laba bersih LPKR sebesar 13% yoy menjadi Rp 695 miliar di akhir 2018.

Selanjutnya untuk SILO, di akhir 2018 membukukan pendapatan sebesar Rp 5,96 triliun atau naik 12% yoy. Biaya umum dan administrasi meningkat tajam 22% dari Rp1,28 triliun pada 2017 menjadi Rp1,56 triliun pada 2018.

Peningkatan ini, sebagian besar disebabkan oleh kenaikan gaji dan Tunjangan Karyawan karena meningkatnya jumlah rumah sakit dan staf, Biaya Kantor lainnya, Sewa dan Depresiasi.

Laba kotor juga tercatat turun 12% yoy menjadi Rp 192 miliar. Sehingga laba bersih SILO turun dalam 83% yoy sebesar Rp 16 miliar pada akhir 2018.

Lalu untuk LPPF, mencatatkan penjualan kotor di 2018 tumbuh 2,1% yoy menjadi Rp 17,9 triliun. Peningkatan tersebut diiringi dengan pertumbuhan same store sales growth (SSSG) sebesar 3,5%. Sementara pendapatan bersih LPPF naik 2,19% yoy menjadi Rp 10,24 triliun. Namun, laba bersih LPPF merosot 42,46% yoy menjadi Rp 1,1 triliun.

Analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas menilai, kenaikan harga saham mayoritas dikarenakan faktor teknikal rebound. Ia pun memberikan catatan bahwa untuk koreksi pada trend kenaikan yaitu turun dan sebaliknya koreksi pada trend penurunan yaitu naik.

"Jadi sebenarnya mayoritas pada saham tersebut dalam trend penurunan, kecuali GMTD masih dalam trend kenaikan. Maka kenaikan harga mayoritas saham tersebut termasuk koreksi pada trend penurunan," ujarnya, Sabtu (9/3).

Lalu dari sisi fundamental, Sukarno menilai mayoritas masih membukukan kinerja yang kurang bagus. "Banyak yang mengalami penurunan kinerja dan masih ada yg masih rugi," papar dia.

Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa harga saham-saham Grup Lippo tersebut menunjukkan tanda transisi dari trend penurunan. "Prospek emiten Grup Lippo sendiri dari daftar saham tersebut 50% hingga 60% masih memiliki prospek ke depannya," lanjut dia.

Ia juga bilang, mayoritas saham-saham tersebut sekarang sudah murah karena dilihat dari nilai bukunya masih di bawah 1 kali.

"Tapi meskipun tergolong murah tetap memperhatikan kinerja fundamentalnya. Seberapa mampu perusahaan menghasilkan laba ke depannya," tutur dia.

Ia pun menyarankan untuk menghindari saham-saham Grup Lippo yang sudah naik signifikan tetapi tidak diikuti kinerja yang bagus.

"Sebaiknya wait and see terlebih dahulu. Lalu untuk saham yang mayoritas sudah naik signifikan secara year to date, sekarang kembali ke trend penurunan dalam jangka pendek. Jadi rekomendasi jual dulu tunggu sampai ada sinyal beli terjadi kembali," ungkap dia.

Lalu untuk rekomendasi dan target harga, Sukarno menyarankan untuk wait and see mayoritas saham Grup Lippo. Ia hanya merekomendasikan beberapa saham saja tapi untuk jangka panjang.

Misalnya untuk saham LPCK dan LPKR, ia merekomendasikan untuk beli dengan target harga jangka panjang masing-masing di level Rp 3.480 per saham dan Rp 314 per saham.

Adapun pada penutupan Jumat pekan ini (8/3), saham LPCK turun 1,65% ke level Rp 2.380 per saham. Sementara LPKR naik 0,78% ke level Rp 260 per saham.

Selanjutnya Sukarno juga merekomendasikan untuk beli saham LPPS dan SILO dengan target harga masing-masing untuk jangka panjang di level Rp 131 per saham dan Rp 4.150 per saham.

Pada penutupan Jumat ini, saham LPPS naik 2,94% ke level Rp 105 per saham. Sementara saham SILO turun 1,47% ke level Rp 3,350 per saham.

Analis Panin Sekuritas William Hartanto juga berpendapat bahwa kenaikan mayoritas saham Grup Lippo bukan karena fundamental karena ada beberapa justru menurun. "Sebenarnya lebih terlihat aksi goreng saham," ujarnya pada Jumat (8/3)ini.

William pun menambahkan bahwa karena melihat harga sejumlah saham dari Grup Lippo sudah menurun cukup dalam, maka investor akan ada spekulasi melakukan pembelian. "Ini sebagai pengganti saham-saham lain yang sudah naik tinggi," lanjutnya.

Sementara dari sisi bisnis emiten Grup Lippo, William mengungkapkan bahwa kinerja LPCK cukup aman karena ada penjualan Meikarta. Sementara untuk LPKR, ia bilang masih akan stagnan lantaran belum terlihat ada aksi korporasi yang bersifat meningkatkan kinerjanya.

Sedangkan untuk SILO, ia melihat kinerjanya masih menurun karena bisnis rumah sakit memang agak sulit bertumbuh. "Kecuali ada penyakit musiman seperti saat ini musim hujan maka risiko munculnya penyakit lebih banyak dan meningkatkan probabilitas kunjungan ke rumah sakit,"papar dia.

Meskipun begitu, William melihat rencana SILO untuk menambah 5 rumah sakit baru di 2019 ini akan menjadi salah satu strategi untuk memperbaiki kinerjanya ke depan.

"Nah, ekspansi dengan menambah jumlah rumah sakit agar lebih mudah dijangkau, bisa jadi salah satu strategi untuk perbaiki kinerja Siloam," imbuhnya.

Lalu untuk MPPA dan LPPF, ia menilai kinerjanya masih merugi di akhir 2018 karena masih kurang mengembangkan online business sehingga berpotensi kalah oleh e-commerce," lanjut dia.

Meskipun demikian, dari sisi saham, ia merekomendasikan untuk beli saham LPPF dengan alasan saham tersebut sedang dalam periode buyback. peluangnya untuk naik lebih besar dibanding yang lain dan pasti ada pembelinya," tuturnya.

Maka ia merekomendasikan beli saham LPPF dengan target harga untuk jangka panjang di level Rp 5.000 per saham. Lalu untuk MPPA juga disarankan untuk beli dengan target harga pada jangka panjang di level Rp 350 per saham.

Selanjutnya untuk saham MLPL, LPCK dan LPKR, William juga merekomendasikan untuk beli dengan target harga masing-masing untuk jangka panjang di level Rp 170 per saham, Rp 2.800 per saham dan Rp 300 per saham. "Kalau mayoritas saham yang lainnya, saya rekomendasikan wait and see," pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×