kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Simak prospek harga minyak menjelang pertemuan OPEC


Senin, 02 Desember 2019 / 19:55 WIB
Simak prospek harga minyak menjelang pertemuan OPEC
ILUSTRASI. Ilustrasi harga minyak.


Reporter: Irene Sugiharti | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jelang OPEC meeting, isu pengurangan produksi minyak oleh anggota OPEC belum bisa jadi katalis yang mendorong pergerakan harga minyak ke depan.

Mengutip data Bloomberg, Senin (2/12) pukul 19.30 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari 2020 di New York Mercantile Exchange ada di US$ 56,45 per barel, naik 2,32% dari akhir pekan lalu yang ada di US$ 55,17 per barel. 

Baca Juga: Harga minyak dunia naik lebih 1%, terdorong pertumbuhan aktivitas pabrik di China

Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono menyebut harga minyak sepanjang tahun 2019 sudah menunjukkan pergerakan yang stabil berkisar di US$ 50 per barel. Namun, ia masih memprediksikan harga minyak masih akan bergerak di kisaran US$ 55 hingga akhir tahun 2019.

Harga minyak menurut Wahyu masih akan dipengaruhi oleh beberapa sentimen di antaranya sentimen perang dagang dan kepastian perjanjian pengurangan produksi dalam OPEC Meeting mendatang.

"Minyak mentah terperangkap di antara level US$ 50 per barel-US$ 60 per barel. Sudah seperti ini sejak akhir pekan 25 Oktober lalu. Ini menunjukkan bahwa investor menahan harga dalam kisaran itu karena mereka menunggu berita tentang kemajuan negosiasi perdagangan AS dan China dan keputusan OPEC+ untuk memperpanjang pengurangan produksi," tutur Wahyu Senin (2/12).

Adanya tarik ulur perang dagang menurut Wahyu di satu sisi memicu kekhawatiran terkait permintaan global untuk minyak. Namun di sisi lain tarik menarik perang dagang ini membawa harapan bagi pasar terkait perpanjangan perjanjian pemangkasan produksi.

"Isu pemotongan produksi OPEC+ mungkin kurang kuat menyokong harga. Karena isu fundamental ekonomi global yang masih lemah apalagi isu trade war yang belum jelas, terakhir beban China atas campur tangan AS soal isu Hong Kong," tandas Wahyu.




TERBARU

[X]
×