Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Yudho Winarto
Nanang menambahkan, hingga pekan lalu mata uang Garuda belum berhasil menembus level psikologis supportnya, yakni di Rp 14.000 per dollar AS. Ini menunjukkan bahwa rupiah masih cukup berat untuk menguat di bawah Rp 14.000 per dollar AS.
"Kami melihat, belakangan ini pergerakan indeks dollar AS diuntungkan oleh pemulihan ekonomi Negeri Paman Sam yang lebih cepat dibandingkan Eropa dan negara lainnya. Alhasil itu memicu terjadinya aliran dana keluar, termasuk di Indonesia.
Selain itu, pasar juga mencermati perkembangan ekonomi di Indonesia, di mana pertumbuhan ekonomi Tanah Air menyusut menjadi 2,07% di sepanjang 2020. Ke depan, perkembangan kasus Covid-19 Tanah Air masih menjadi perhatian dan cukup diperhitungkan oleh pelaku pasar.
Baca Juga: Begini prediksi pergerakan rupiah di pekan ini
Sentimen tersebut, turut membebani rupiah untuk melenggang ke bawah level psikologis Rp 14.000 per dollar AS. Kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), turut menjadi perhatian, apakah masih akan berlanjut atau tidak.
Di sisi lain, Nanang juga mengingatkan bahwa pasar masih mencermati sinyal Presiden AS Joe Biden yang memungkinkan untuk memangkas paket stimulus US$ 1,9 triliun ke level US$ 1,3 triliun. Jika itu dilakukan, tentunya bakal berdampak cukup besar bagi pemulihan perekonomian AS ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News