Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak awal tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih menunjukkan kinerja yang kurang memuaskan. Mengutip RTI, secara year-to-date IHSG masih terkoreksi hingga 20,72%.
Sejumlah analis menilai, IHSG masih akan dibayangi oleh beberapa sentimen besar hingga tutup tahun 2020. Kepala Riset NH Korindo Sekuritas Indonesia Anggaraksa Arismunandar mengatakan, secara historis bulanan, IHSG cenderung lebih sering menguat di bulan Oktober.
Namun hal ini tidak bisa serta merta dijadikan acuan terutama di masa pandemi ini, dimana perekonomian sekarang sudah mengarah ke jurang resesi.
Baca Juga: IHSG menguat 0,65% pada Senin (5/10), ini saham-saham yang banyak dibeli asing
Sebagai contoh, puncak krisis subprime mortgage di tahun 2008 justru terjadi di bulan Oktober dan imbasnya juga terjadi ke IHSG yang turut terkoreksi secara signifikan. “Untuk bulan Oktober ini kami memprediksi IHSG masih akan terkonsolidasi di rentang 4.800-5.000,” ujar Anggaraksa saat dihubungi Kontan.co.id.
Adapun pola pelemahan IHSG yang umumnya terjadi di bulan November juga bukan tidak mungkin malah terjadi anomali di tahun ini. Sementara untuk tren penguatan di bulan Desember, Anggaraksa menilai peluang penguatan ini memang cukup kuat dimana fenomena window dressing selalu mengantar IHSG ke zona hijau di bulan tersebut sejak tahun 2001.
Hingga akhir tahun 2020, Anggaraksa membeberkan beberapa sentimen utama yang dapat mempengaruhi pergerakan IHSG. Dari dalam negeri, sentimen penggerak IHSG antara lain perkembangan kasus Covid-19 yang secara langsung akan berimbas pada kelanjutan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Baca Juga: RUU Cipta Kerja akan disahkan, jadi pisau bermata dua bagi pasar saham
IHSG juga akan dipengaruhi oleh penyerapan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN), pengesahan dan implementasi omnibus law, serta kebijakan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di tengah masih rendahnya tingkat inflasi.