Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, khususnya kalangan buruh dan pekerja. RUU Cipta Kerja yang merupakan bagian dari omnibus law dianggap hanya mementingkan kepentingan investor dan pengusaha.
Bak pisau bermata dua, sejumlah analis menilai, pengesahan RUU Cipta Kerja akan berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Kepala Riset NH Korindo Sekuritas Indonesia Anggaraksa Arismunandar menyebut, RUU ini memang akan membawa dampak yang cukup besar bagi perekonomian nasional. Sebab, RUU ini menyentuh hampir seluruh aspek dunia usaha mulai dari perizinan, investasi, ketenagakerjaan, perpajakan, hingga sektor UMKM.
Secara umum, Anggaraksa memandang RUU ini tentu dibuat dengan tujuan yang baik, yaitu memajukan iklim investasi di Indonesia yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Baca Juga: Apa itu omnibus law? Ini penjelasan dan isi RUU Cipta Kerja
Hanya saja, dalam jangka pendek, masih maraknya penolakan terhadap RUU ini, terutama yang berkaitan dengan klaster ketenagakerjaan, dapat berpotensi menjadi sentimen negatif.
Untuk diketahui, salah satu penentang RUU ini adalah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Bahkan, KSPI mengklaim sebanyak dua juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok kerja nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing, mulai Selasa (6/10).
Anggaraksa menilai, rencana mogok kerja ini berpotensi semakin menekan perekonomian, apalagi di tengah masa pandemi dan resesi seperti sekarang. “Sebaliknya, jika aturan omnibus law ini mampu diterima dan dilaksanakan dengan baik, tentu akan menjadi katalis positif yang akan membantu mempercepat pemulihan ekonomi yang pada akhirnya akan berdampak baik bagi IHSG,” ujar Anggaraksa saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (5/10).
Senada, Head of Research Ekuator Swarna Sekuritas David Sutyanto, menilai, di satu sisi, omnibus law akan memberikan dorongan bagi pelaku usaha agar berinvestasi di tanah air. Tetapi di sisi lain, polemik yang mucul seperti ancaman mogok kerja nasional dapat berpotensi cukup serius di tengah situasi ekonomi yang dalam kondisi resesi.
Menurut David, di tengah situasi yang belum kondusif seperti ini, pemerintah diharapkan tidak mengambil langkah yang gegabah. “Adanya kontroversi dan masih belum setujunya seluruh stakeholder terhadap RUU ini menjadi indikasi sebaiknya dilakukan penelaahan lebih lanjut,” ujar David kepada Kontan.co.id, Minggu (4/10).
Selanjutnya: Buruh menyerukan aksi mogok kerja pada 6, 7, 8 Oktober 2020
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News