Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - Harga Bitcoin melonjak pada Senin (8/11), mengakhiri pergerakan sideways selama hampir tiga minggu terakhir yang terus-menerus berada di kisaran US$ 60.000.
Mengacu data CoinDesk, harga Bitcoin menembus US$ 66.000 pada Senin (8/11) dan siap menantang rekor tertinggi US$ 66.974,77 yang terukir pada 20 Oktober lalu.
Yuya Hasegawa, analis pasar kripto di bitbank, bursa crypto di Jepang, mengatakan, penurunan imbal hasil riil obligasi AS mendorong harga Bitcoin lebih tinggi.
“Imbal hasil riil yang turun karena kekhawatiran inflasi telah menyebabkan reli Bitcoin baru-baru ini,” kata Hasegawa kepada CoinDesk.
Data Departemen Keuangan AS menunjukkan, imbal hasil riil obligasi tenor 10 tahun turun 1,09% pada Jumat (5/11) pekan lalu, terendah sejak 30 Agustus.
Baca Juga: Tembus US$ 66.000, harga Bitcoin siap ukir rekor baru tertinggi sepanjang masa
Bitcoin secara luas dianggap sebagai sebagai lindung nilai inflasi seperti emas.
“Narasi inflasi masih mendominasi berita utama dan orang-orang merasakan tekanan secara global,” ujar Coinbase dalam pernyataan tertulisnya.
“Apakah itu harga gas di AS, harga energi di Eropa, atau harga pangan di Amerika Latin, hambatan rantai pasokan dan tenaga kerja yang menyusut, membuat investor mencari lindung nilai,” sebut Coibase.
Data on-chain juga menunjukkan tanda-tanda bullish untuk Bitcoin dalam jangka menengah, menurut Eddie Wang, analis senior di perusahaan riset OKLink.
Wang bilang, hashrate jaringan Bitcoin terus meningkat sejak Juli lalu. Kesulitan penambangan juga meningkat delapan kali lipat, dan penambang telah mengumpulkan lebih dari 3.000 BTC di dompet mereka sejak September.
Baca Juga: JPMorgan: Harga Bitcoin bisa capai US$ 146.000 jangka panjang dan US$ 73.000 di 2022
JPMorgan memperkirakan, harga Bitcoin bisa mencapai US$ 73.000 di 2022.
“Kemunculan kembali kekhawatiran inflasi di kalangan investor selama September dan Oktober 2021, tampaknya telah memperbarui minat dalam penggunaan Bitcoin sebagai lindung nilai inflasi,” kata Nikolaos Panigirtzoglou, analis JPMorgan, seperti dikutip Bitcoin.com.
Panigirtzoglou mengatakan, daya pikat aset kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia itu sebagai lindung nilai inflasi mungkin telah diperkuat oleh kegagalan emas untuk merespons kekhawatiran yang meningkat atas inflasi dalam beberapa pekan terakhir.
Menurut Panigirtzoglou, persaingan Bitcoin dengan emas akan terus berlanjut, terutama karena lebih banyak generasi milenial berinvestasi, mengingat preferensi mereka terhadap aset kripto.
“Mempertimbangkan seberapa besar investasi finansial ke emas, setiap crowding out dari emas sebagai mata uang alternatif menyiratkan keuntungan besar untuk Bitcoin dalam jangka panjang," ungkap dia.
Selanjutnya: Reli kripto mengangkat ethereum ke rekor baru, bitcoin mendekati level tertinggi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News