Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kegiatan transaksi gadai efek atau yang akrab disebut repurchase agreement akan semakin transparan. Pasalnya, aksi pasar modal ini akan terpantau baik oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) maupun Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI).
Berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait pengembangan infrastruktur pasar modal jilid II, infrastruktur untuk settlement repo ditargetkan selesai September 2014.
Seperti diketahui, saat ini aktivitas repo sulit ditelusuri. Pasalnya, ini merupakan transaksi bilateral (dua pihak). Tidak ada standar baku dan pelaku pun tidak diwajibkan melapor.
Nah, nantinya akan diwajibkan bagi para pelaku untuk melaporkan bahwa telah terjadi perpindahan efek akibat transaksi repo. Hal ini akan tercatat di data KSEI. Selanjutnya, KPEI pun akan mengembangkan infrastruktur repo.
Self Regulatory Organization (SRO) ini akan memfasilitasi transaksi repo. Sebagai perantara, KPEI akan mengelola dan melakukan marked-to- market efek yang direpo, serta menagih marginnya jika diperlukan.
"Sehingga, diharapkan tidak ada repo-repo gelap lagi," ujar Hasan Fawzi, Direktur Utama KPEI.
Infrastruktur ini, lanjut dia, ditargetkan selesai pada 2015 mendatang. Dalam pelaksanaannya nanti, KPEI akan berkiblat pada Global Master Repuchase Agreement (GMRA) dan aturan-aturan turunannya. Ini merupakan standar baku repo yang akan digunakan oleh pasar modal internasional.
Namun, untuk aturan teknis untuk penerapannya disesuaikan dengan kondisi di masing-masing negara. Saat ini, aturan tersebut sudah hampir jadi. Hanya saja, masih ada dua isu yang belum terpecahkan. Dua isu itu terkait pengawasan dan pajak.
Pengawasan, dalam hal ini adalah pihak yang terstruktur mengawasi transaksi repo. Sedangkan pajak, masih dibicarakan apakah selisih keuntungan dari transaksi repo dianggap sebagai objek pajak sewa atau bunga.
Yang jelas, dalam aturan teknis repo akan diatur mengenai adanya kewajiban melapor bagi para pelaku. Kemudian perbandingan dana pinjaman dengan penjaminan, serta batasan waktu antar pihak yang melakukan repo kembali (re-repo).
Hasan bilang, aturan teknis (annexe) ini juga akan terdaftar resmi. Sehingga, jika ada investor asing yang ingin melakukan repo di Indonesia, mereka sudah paham mengenai ketentuan-ketentuannya. Begitu pula sebaliknya.
Seperti diketahui, repo merupakan salah satu mekanisme untuk mencari pembiayaan di pasar modal dengan menggadaikan efek tertentu kepada pihak lain.
Pihak yang memperoleh pinjaman berkomitmen membeli kembali efek yang digadaikan pada waktu dan harga tertentu. Efek yang menjadi target repo biasanya dalam bentuk saham dan obligasi.
Dalam transaksi repo, jika harga efek mengalami penurunan, maka penggadai harus menambah (top-up) barang tang digadai. Nilainya sesuai dengan selisih harga terakhir dengan harga awal.
Seringkali, repo ini dilakukan secara berantai alias re-repo. Jika salah satu pihak gagal bayar atau default, maka efeknya akan terjadi secara berantai. Penyelesaiannya pun seringkali tidak menemukan titik temu. Namun, dengan tercatatnya transaksi repo di KSEI dan KPEI nanti, diharapkan dispute bisa dihindari dan transaksi repo bisa lebih transparan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News