Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Noverius Laoli
Sebaliknya, sektor yang cenderung royal yakni INCO dan AKRA, dengan eksekusi capex yang lebih cepat atau sesuai jadwal, terutama untuk proyek hilirisasi atau infrastruktur energi.
Penyebabnya, lanjut Wafi, emiten masih dihadapi ketidakpastian ekonomi global, khususnya suku bunga acuan bank sentral AS, The Federal Reserve.
Selain itu, reshuffle menteri keuangan dan arah kebijakan fiskalnya turut mendorong manajemen untuk bersikap konservatif sebelum melihat kebijakan baru yang mungkin memengaruhi bisnis mereka.
Baca Juga: Ekspansi dan Investasi Kerek Capex Adaro Minerals (ADMR), Begini Rekomendasi Sahamnya
Ditambah lagi, harga bahan baku, komoditas, serta kurs rupiah terhadap dolar yang masih bergejolak menyulitkan perhitungan internal rate of return (IRR) atau proyeksi tingkat keuntungan proyek baru.
Menurut Wafi, katalis utama yang akan memancing ekspansi bisnis emiten ialah jika The Fed benar-benar menurunkan suku bunga. Sebab, biaya pendanaan (cost of fund) akan turun, kondisi keuangan melonggar, dan kepercayaan investor meningkat sehingga perusahaan lebih yakin untuk berekspansi.
Apalagi, bila inflasi dan konsumsi domestik kembali menguat di semester II-2025, sektor konsumer dan kesehatan menurut Wafi bisa ikut akselerasi capex.
“Juga, kalau kabinet baru sudah terbentuk dan program-program infrastruktur mulai jalan, emiten bakal lebih berani commit capex,” imbuh Wafi kepada Kontan, Senin (15/9/2025).
Baca Juga: Emiten Grup Djarum, Remala Abadi (DATA) Siapkan Capex Rp 500 Miliar
Dengan sentimen itu, Wafi merekomendasikan investor untuk mengincar saham AKRA dengan target harga Rp 1.500, INCO Rp 4.400, dan ASII Rp 6.500 per saham.
Selanjutnya: Daftar Negara-Negara yang Memiliki Bahasa Paling Banyak di Dunia
Menarik Dibaca: Commuter Line Basoetta Diskon Rp 17.000, Ini Syarat dan Ketentuannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News