Reporter: Yuwono Triatmodjo | Editor: Test Test
JAKARTA. Nilai aktiva bersih (NAB) reksadana terus menyusut. Pada 1 September lalu, NAB reksadana masih mencapai Rp 92,64 triliun. Namun, pada 17 September lalu, dana yang berbiak di reksadana anjlok 10,93% jadi Rp 82,51 triliun. Artinya, bulan ini, duit investor senilai Rp 10,13 triliun telah lenyap dari industri reksadana.
Menurut para manajer investasi (MI), salah satu penyebab NAB reksadana kian kerdil adalah penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) beberapa hari terakhir. Kepala Divisi Investasi PNM Investment Management Solahuddin Jawas mengatakan, penurunan harga saham berdampak besar pada NAB. "Penurunan nilai saham saja menyumbang penurunan sekitar Rp 8 triliun," cetus Solahuddin, kemarin (18/9).
Selain itu, investor juga melakukan penarikan dana alias redemption. Sebagian dana tersebut pindah ke deposito yang jangka waktu investasinya lebih pendek, namun bisa memberi keuntungan besar. Sebagian lagi masuk reksadana terproteksi.
Direktur Danareksa Investment Management Priyo Santoso mencontohkan, sejak perbankan memberikan bunga deposito tinggi, penarikan dana nasabah Danareksa telah mencapai Rp 150 miliar- Rp 200 miliar. Kebanyakan dana itu kemudian pindah ke deposito.
Hingga 17 September lalu, investor memang masih tampak menarik dananya, terutama dari reksadana pendapatan tetap dan pasar uang. Sejak 15 September sampai 17 September, telah terjadi penarikan dana bersih Rp 242,998 miliar dari reksadana pendapatan tetap. Malah, di reksadana pasar uang, penarikan dana bersih mencapai Rp 406,698 miliar.
Namun, nilai penarikan dana bersih di reksadana saham hanya Rp 33,122 miliar. Maklum, walaupun banyak investor menarik dana, investor yang masuk juga cukup banyak. Adapun dana kelolaan reksadana terproteksi justru naik 1,65% dibanding posisi 1 September, menjadi Rp 23,89 triliun.
Untuk memberikan alternatif investasi, Danareksa akan merilis Exchange Traded Fund (ETF) Oktober nanti. "Ini bisa membantu investor berinvestasi secara netral di masing-masing industri," jelas Priyo. ETF ini akan mengacu pada indeks LQ45. Priyo bilang, selama lima tahun terakhir, LQ45 mampu naik 35%-40% per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News