Reporter: Namira Daufina | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Rupiah kembali gagal pertahankan penguatannya dalam sepekan terakhir. Tingginya tekanan dan ketidakpastian dari pasar eksternal jadi penyebabnya.
Di pasar spot, Jumat (17/6) nilai tukar rupiah terangkat 0,27% ke level Rp 13.339 per dollar AS dibanding hari sebelumnya. Hanya saja dalam sepekan terakhir posisi rupiah sudah tergerus 0,33%.
Sedangkan di kurs tengah Bank Indonesia, valuasi rupiah tergelincir 0,23% di level Rp 13.358 per dollar AS dengan pelemahan 0,36% dalam sepekan terakhir.
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan hingga tengah pekan pasar menanti kelanjutan dari pertemuan FOMC, rapat Bank of Japan dan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDGBI). B
eberapa hari tersebut terjadi risk aversion di pasar global, aset safe haven diburu sementara aset emerging market termasuk rupiah ditinggalkan.
“Tekanan itu tidak bisa terhapus meski setelahnya hasil rapat bank-bank sentral tersebut sesuai dengan dugaan pasar,” tutur Josua.
Memang rilisnya menunjukkan The Fed masih berhati-hati menaikkan suku bunga dan menahan levelnya untuk beberapa waktu ke depan dan BI memangkas suku bunga ke level 6,5%.
Saat itu USD kehilangan pamornya, hanya saja kini pasar global masih gundah perkara Brexit. Itu juga yang menguntungkan posisi USD sebagai safe haven.
Di sisi lain, pemangkasan suku bunga BI untuk sesaat sebenarnya dipandang negatif oleh pelaku pasar. Walau untuk jangka panjang harapannya berimbas positif. "Dominasi tetap dari eksternal, sempit karena data ekonomi AS negatif," kata Josua.
Terbaru memang data klaim pengangguran mingguan AS naik dari 264.000 menjadi 277.000 serta inflasi Mei 2016 yang turun dari 0,4% menjadi 0,2%.
Hal tersebut juga yang kemudian membuat pelemahan rupiah tergolong sempit. “Apalagi data neraca perdagangan kita terhitung positif dan capital inflow masih deras,” tambah Josua.
Sehingga secara fundamental dalam negeri rupiah punya daya tahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News