Reporter: Krisantus de Rosari Binsasi | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Semen Baturaja (Persero) Tbk (SMBR) mengklaim, kenaikan harga batubara dan pelemahan rupiah tak terlalu berpengaruh bagi kinerja perusahaan.
Direktur Utama SMBR Rahmad Pribadi mengatakan, perusahaannya memang menggunakan 30%-40% batubara dalam proses produksi semen.
“Presentase tersebut disesuaikan dengan harga batubara yang terbentuk di pasar yang cenderung fluktuatif. Tapi kami sudah menyiapkan sejumlah antisipasi terhadap pembengkakan biaya produksi,” ujarnya, Senin (8/10).
Rahmad melanjutkan, kenaikan harga batubara tidak terlalu signifikan pengaruhnya bagi biaya produksi perusahaan. “Kami juga belum ada rencana untuk menaikkan harga jual produk sebab kami telah menerapkan efisiensi dalam produksi,” tambahnya.
Lebih lanjut Rahmad bilang, untuk menghadapi kenaikan harga batubara tersebut, SMBR menerapkan tiga inisiatif yaitu yang pertama, menerapkan cost leadership initiative dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam rangka mengurangi tekanan harga jual dari pesaing.
Yang kedua, menerapkan market expansion inisiative yaitu strategi dalam rangka meningkatkan pangsa pasar .
Lalu yang ketiga, business process streamlining yaitu perbaikan dari sisi bisnis proses, struktur organisasi dan sistem agar dapat memberikan layanan yang lebih baik kepada pelanggan.
“Selain itu Rahmad bilang, SMBR juga tengah berencana untuk mengakuisisi saham tambang batubara PT Selo Argodedali. “Jika ini terealisasi maka bisa memangkas penggunaan batubara sehingga biaya produksi menjadi lebih sedikit,” pungkasnya.
Berdasarkan berita KONTAN sebelumnya, Sekretaris Perusahaan SMBR Ruddy Solang mengatakan, kesepakatan akuisisi tersebut itu telah dilakukan pada Jumat (14/9) lalu. “Baru tahap negosiasi dan pembahasan kontrak. Kita sudah sampai tahap tanda tangan term sheet, tapi belum sampai tanda tangan untuk akuisisi dalam bentuk peralihan saham,“ katanya.
Ruddy mengatakan, tujuan akuisisi tambang batubara ini yakni untuk mendukung proses produksi semen perusahaan sebagai langkah efisiensi. “Tujuan kami bukan untuk memiliki tambang batubara lalu menjual ke pihak lain. Produksi batubara ini nantinya hanya akan dipakai untuk keperluan produksi semen perusahaan,” sebut Ruddy.
Ruddy menambahkan, untuk mengakuisisi tambang batubara dengan luas sekitar 3.200 hektare itu, perusahaan merogoh kocek Rp 300 miliar. Pendanaannya akan berasal dari kas internal perusahaan. "Kita lihat dulu seperti apa cadangan batubaranya, prosesnya agak panjang,” tandasnya.
Sementara pelemahan rupiah, malah dilihat oleh SMBR sebagai sebuah peluang untuk meningkatkan kinerja ekspor. Emiten semen plat merah tersebut terus berupaya menggenjot volume ekspor klinker atau semen setengah jadi. SMBR menargetkan volume ekspor klinker 80.000 metrik ton (mt) di sisa semester II ini.
Angka itu naik 167% dibanding ekpsor klinker periode JanuariAgustus, sekitar 30.000 mt. Jika dirupiahkan, nilainya sekitar US$ 1 juta. "Kami memanfaatkan momentum menguatnya dollar," ujar Rahmad beberapa waktu lalu.
Jadi, dari semula hanya ada satu pengiriman di semester satu, bakal bertambah menjadi dua pengiriman di semester dua. Australia, Bangladesh dan China masih menjadi konsumen utama ekspor SMBR.
Klinker memang belum berkontribusi signifikan terhadap pendapatan konsolidasi emiten ini. Terlebih, ini merupakan ekspor perdana bagi perusahaan ini.
Rahmad memberikan gambaran, ekspor klinker berkontribusi 5% terhadap volume penjualan akhir tahun. Sedang untuk nilai penjualan, kontribusinya diharapkan sekitar 3,5%. Meski kecil, tapi pemasukannya dalam bentuk dollar Amerika Serikat (AS).
"Lumayan, itu bisa digunakan untuk pembelian atau impor peralatan dan suku cadang pabrik. Jadi, naturally hedged," imbuh Rahmad.
SMBR menargetkan mampu meraup pendapatan konsolidasi sebesar Rp 2,11 triliun, naik 36% dibanding pendapatan 2017. Sedang laba bersih diperkirakan bisa mencapai Rp 89,36 miliar, turun 39% dibanding tahun lalu. Tren penurunan laba bersih SMBR sudah terlihat dari paruh waktu tahun ini. Itu karena naiknya beban bunga dan depresiasi dari pabrik baru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News