Reporter: Dina Farisah | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Dalam berinvestasi, seseorang harus memegang teguh etika. Hal itulah yang diterapkan Direktur PT Indo Premier Investment Management, Ernawan Rahmat Salimsyah.
Sebagai salah satu direktur perusahaan yang mengelola investasi, etika berinvestasi memang menjadi pegangan bagi pria yang kerap dipanggil Awan ini. Ia sangat menghindari adanya konflik kepentingan. "Tidak boleh ada konflik kepentingan antara akun profesional dengan akun personal," tuturnya.
Menurutnya, semakin dalam pengetahuan seseorang terhadap instrumen investasi, semakin berubah cara pandangnya. Jika dahulu Awan termasuk tipe investor yang konservatif dan hanya memiliki deposito, kini sudah jauh berbeda.
Awan mulai berinvestasi sejak umur 18 tahun secara tak langsung. Kala itu, ia dibekali investasi dari orangtuanya berupa asuransi kesehatan. Di saat yang bersamaan, yakni tahun 1986, Awan juga memiliki sejumlah tabungan yang ia benamkan di deposito.
Saat itu, deposito memberikan bunga tinggi hingga 18% per tahun. Pengalaman untung dalam berinvestasi tersebut membuatnya semakin tertarik mencoba instrumen investasi lain.
Perlahan, Awan meninggalkan profil risiko konservatif menjadi investor moderat dengan berpartisipasi membeli saham perdana (IPO) saham BUMN. Memasuki tahun 1994, ayah dua anak ini mulai melebarkan sayap ke dunia pasar modal.
Ia tertarik mengoleksi saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). Meski tidak memiliki pengetahuan mendalam tentang saham, pemberitaan di media masa membuatnya ambil bagian menjadi investor. Berbekal pengetahuan seadanya, Awan tidak memegang saham tersebut dalam jangka waktu lama.
Setelah dua sampai tiga hari membeli saham TLKM dan dirasa sudah menguntungkan, pria berdarah Minang ini segera menjual sahamnya.
Selama kurun waktu tiga tahun, Awan aktif membeli saham-saham BUMN yang melakukan penawaran perdana. Karena masih kuliah, ia hanya membeli saham dalam ukuran kecil, yakni 1 lot-2 lot saham. "Saya selalu untung dalam berinvestasi. Namun, saya berhenti main saham ketika terjadi krisis pada akhir tahun 1997," ujar Awan.
Pria lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1996 ini mengaku, saat ini, ia adalah tipe investor yang agresif. Ia tertarik dengan investasi yang bisa memberikan pertumbuhan tinggi.
Saat ini, portofolio investasi Awan terdiri dari properti yang ia tinggali di Bandung. Porsi investasi properti ini mencapai 60% dari total portofolio dia. Adapula investasi berupa reksadana bursa alias exchange trade fund (ETF) sekitar 30%, dan sisanya terdiri dari saham, asuransi kesehatan, serta bentuk tunai.
Sebagai profesional, ada dua hal yang ia sarankan bagi investor pemula. Pertama, pemilihan investasi harus disesuaikan dengan tujuan. Jika tujuannya jangka pendek, maka investor harus menghindari investasi yang terlalu berisiko. Namun, jika tujuannya jangka panjang seperti keperluan pensiun, investor harus memarkirkan aset pada instrumen investasi yang memiliki pertumbuhan tinggi.
Awan menekankan pentingnya kecermatan dalam penempatan waktu dana investasi tersebut dan instrumen investasinya.
Kedua, lanjut Awan, investor harus konsisten dalam berinvestasi. Ia tidak menganjurkan investor untuk timing the market. Berinvestasi secara rutin setiap bulan lebih baik ketimbang keluar masuk pasar.
Meski sudah sepuluh tahun malang melintang di industri reksadana, bagi Awan, investasi terpenting dalam hidup tetaplah ilmu pengetahuan. Sebab, dengan bekal ilmu pengetahuan, seseorang bisa mencapai tujuannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News