kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Investor Asing Berburu SBN Usai The Fed Agresif Pangkas Suku Bunga


Rabu, 25 September 2024 / 18:37 WIB
Investor Asing Berburu SBN Usai The Fed Agresif Pangkas Suku Bunga
ILUSTRASI. Karyawan memantau perdagangan pasar modal?pada sebuah kantor sekuritas?di?Jakarta. Surat Utang Negara (SUN) Indonesia kembali menjadi perburuan usai suku bunga acuan dipangkas.


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Surat Utang Negara (SUN) Indonesia kembali menjadi perburuan usai suku bunga acuan dipangkas. Terlebih, pemotongan suku bunga The Fed yang lebih agresif daripada Bank Indonesia (BI) menjadikan selisih imbal hasil surat utang jadi lebih menarik.

Chief Dealer Fixed Income & Derivatives PT Bank Negara Indonesia (BNI) Fudji Rahardjo menilai, dana asing mengalir deras ke pasar surat utang tanah air baru-baru ini didorong oleh keputusan suku bunga Bank Indonesia (BI). 

Seperti diketahui, Bank Indonesia memangkas suku bunga sebesar 25 bps menjadi 6% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG BI) pada 17 – 18 September 2024.

Baca Juga: Penerbitan dan Penyerapan SBN di Semester II Diprediksi Masih Ramai

Selain itu, investor asing ramai membeli SUN karena melihat terkendalinya inflasi Indonesia, yang bahkan dalam beberapa bulan terakhir mengalami deflasi. Faktor ini turut mendorong ekspektasi penurunan suku bunga dalam negeri lebih lanjut.

Di sisi lain, Fudji menambahkan, Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuannya sebesar 50 bps menjadi 4.75% - 5% pada pertemuan September 2024. Alhasil, pemangkasan bunga acuan bank sentral AS yang lebih besar ketimbang bank sentral Indonesia tersebut menjadikan imbal hasil (yield) investasi di Indonesia jauh lebih menarik.

"Pemangkasan suku bunga Fed lebih besar daripada BI memberikan ruang bagi investor yang mencari yield enhancement di tengah tren penurunan suku bunga ke depan. Selain itu, memberikan gap yield yang lebih menarik," jelas Fudji kepada Kontan.co.id, Rabu (25/9).

Dengan adanya pemangkasan suku bunga Fed dan BI, maka selisih (spread) suku bunga AS dan Indonesia semakin lebar jadi 1% dari sebelumnya 0,75%. Ini berpengaruh bagi selisih Yield US Treasury 10 Tahun dan Yield SUN 10 tahun yang turut melebar.

Baca Juga: Inflow Dana Asing di Obligasi Topang Rupiah, Rabu (4/8), Simak Proyeksi Rupiah Besok

Fudji melihat bahwa yield Indonesia masih menjadi salah satu yang tertinggi dibandingkan peers negara Asia lainnya. Sehingga, kombinasi data ekonomi dalam negeri yang solid dan yield masih cukup tinggi di tengah tren penurunan suku bunga, masih berpotensi menarik lebih banyak dana asing masuk.

Adapun Bank Indonesia mengungkapkan, selama transaksi 17 - 19 September 2024, nonresiden (asing) tercatat beli neto sebesar Rp25,60 triliun. Secara rinci, investor asing beli neto sebesar Rp4,19 triliun di pasar saham, beli neto Rp 19,76 triliun di pasar SBN, serta Rp1,66 triliun di SRBI.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) turut mencatat adanya lonjakan kepemilikan asing di surat utang domestik usai penurunan suku bunga. Per 24 September 2024, dana asing di SBN maupun SBSN menjadi Rp 873,65 triliun daripada Rp 850,28 triliun pada posisi 17 September 2024.

Secara historis, Fudji memaparkan bahwa porsi kepemilikan asing di SBN cenderung akan naik, jika kondisi fiskal dan ekonomi dalam negeri cukup baik dan menawarkan yield tinggi. Sehingga, jika kondisi ini mampu dipertahankan oleh pemerintah, maka kepemilikan asing di SBN kedepan akan berpotensi meningkat.

Baca Juga: Penerbitan Global Bond Indonesia Masih Dalam Batas Aman, Begini Kata Analis

Menurut Fudji, setelah era pemangkasan suku bunga BI dan FFR, pelaku pasar cenderung akan menyasar obligasi tenor pendek, sehingga berpotensi kembali membentuk normal yield curve atau Kurva imbal hasil normal.

Namun di sisi lain, perlu dicermati adanya kondisi politik dalam negeri maupun AS yang disaat bersamaan mengalami pergantian pemerintahan. Situasi transisi ini akan menjadi isu yang sensitif bagi asing. Di samping itu, faktor konflik geopolitik global juga perlu menjadi perhatian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×