Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di perdagangan Jumat (9/7), rupiah melemah sebanyak 0,02% ke level Rp 14.527,5 per dolar AS. Sedangkan selama satu pekan ini, rupiah menguat 0,04% dari level Rp 14.533 di penutupan perdagangan Jumat (2/7) pekan lalu.
Merujuk Bloomberg, rupiah di minggu ini sempat menguat ke level Rp 14.470 per dolar AS di hari Selasa (6/7) walaupun pada akhirnya melemah kembali. Sedangkan kurs Jisdor hari ini berjalan flat Rp 14.548 per dolar AS, dan menguat sebanyak 0,11% selama sepekan ini.
Secara year to date, rupiah melemah sebanyak 3,4%, dari level Rp 14.040 di akhir tahun 2020. Sedangkan kurs Jisdor melemah sebanyak 3,14% dari level Rp 14.105 per dolar AS di akhir tahun lalu.
Baca Juga: Rupiah melemah tipis pada Jumat (9/7) dibayangi penyebaran Covid-19 varian Delta
Kepala Ekonom Bank BCA David Sumual melihat bahwa pergerakan rupiah sepanjang minggu ini tidak banyak berubah. Di awal minggu David menilai pasar menunggu Minutes of Meeting dari The Fed, dan hasil dari pertemuan ini The Fed lebih dovish.
“Terjadi pembalikan US Treasury Amerika Serikat (AS) yang sepuluh tahun turun juga, jadi mereka kelihatan mereka masih ingin mempertahankan kebijakan longgarnya untuk ke depannya,” kata David.
Kebijakan ini juga menurutnya mengurangi tekanan terhadap emerging market termasuk rupiah, sebelumnya rupiah sempat melemah, akhirnya menguat.
Ia juga melihat di Surat Berharga Negara (SBN) investor asing masih cenderung wait and see, dengan kecenderungan outflow sampai akhir minggu ini. Sebelumnya kepemilikan asing sempat turun sampai ke angka Rp 971,3 triliun di hari Selasa (6/7), dari level Rp 975,67 triliun di awal bulan Juli.
Baca Juga: Nasib rupiah bergantung keberhasilan pemerintah menekan kasus corona
“Ini juga masih melihat dampak dari PPKM juga dan bagaimana impact-nya terhadap pertumbuhan terutama,” tutur David.
Sempat melemahnya kemarin rupiah juga dinilai oleh David karena harga minyak yang naik lumayan tinggi. Kenaikan minyak saat ini disebabkan oleh musim panas di AS yang mendorong permintaan. “Jadi itu biasanya korelasinya negatif terhadap rupiah,”katanya.
Proyeksi rupiah
Yang perlu diperhatikan dari rupiah beberapa waktu ke depan menurut David adalah harga minyak, karena Indonesia masih mengimpor BBM yang cukup besar.
Kedua, PPKM yang dilakukan seberapa lama, apakah akan diperpanjang dari tenggat waktu atau tidak, karena akan berdampak pada pemulihan ekonomi Indonesia, terutama pasar portofolio.
Ia juga melihat sentimen tapering The Fed yang masih akan mempengaruhi rupiah, terutama di akhir Agustus 2021, ada konferensi untuk Central Banker, pertemuan para petinggi Central Bank di Wyoming.
Ia melihat pengumuman penting akan diumumkan di acara itu. “Jadi market mungkin akan melihat central banker di acara itu,” katanya.
Selain itu, ia melihat banyaknya initial public offering (IPO) di dalam negeri seperti Bukalapak, GoTo, dan beberapa perusahaan lain akan menjadi sentimen positif, serta dengan adanya IPO ini menurutnya pasar masih akan wait and see.
“Yang diminati pasar mengenai perusahaan-perusahaan teknologi ini akan memberikan sentimen positif bagi pasar Indonesia,” pungkas David.
Di akhir tahun ia melihat pergerakan rupiah akan sideline dan melemah tipis di rentang harga Rp 14.400 per dolar AS – Rp 14.600 per dolar AS.
Selanjutnya: Rupiah Jisdor stagnan di Rp 14.548 per dolar AS pada perdagangan Jumat (9/7)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News