Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Sejumlah emiten terancam mengalami penghapusan pencatatan alias delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Kontan.co.id mencatat, setidaknya ada 39 perusahaan yang terancam didepak dari Bursa.
Perlu dicatat, aksi delisting menandakan saham suatu perusahaan tidak bisa lagi diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Padahal, ada banyak dana investor ritel (masyarakat) yang ‘nyangkut’ di saham-saham berpotensi delisting tersebut.
Sejumlah emiten tercatat memiliki komposisi kepemilikan masyarakat yang tinggi. Ambil contoh, kepemilikan masyarakat di saham PT Polaris Investama Tbk (PLAS) mencapai 999,94 juta atau setara 84,44%.
Baca Juga: Saham WIKA Disuspensi, Bagaimana Nasib Merger dengan PTPP?
Di saham PT Sugih Energy Tbk (SUGI), kepemilikan masyarakat sebanyak 16,43 miliar saham atau 66,23%. Kepemilikan ritel di saham PT HK Metals Utama Tbk (HKMU) bahkan mencapai 99% atau sebanyak 3,21 miliar saham.
Pengamat pasar modal dan Direktur Avere Investama Teguh Hidayat mencermati, ada beberapa persamaan antara emiten yang berpotensi delisting ini.
Pertama, perusahaan masih terhitung emiten yang baru melantai di BEI, yang melakukan listing sekitar 5 tahun. Misalkan, PT Bliss Properti Indonesia Tbk (POSA) yang baru IPO pada Mei 2019.
Kedua, emiten tersebut baru melakukan penerbitan saham baru alias rights issue. Misalkan, SUGI yang melakukan rights issue untuk backdoor listing.
“Setelah dapat dana masyarakat, perusahaannya ditinggalkan investor. Karena tujuannya sudah tercapai yakni menggalang dana masyarakat, jadi investor memang benar dirugikan,” terang Teguh.
Baca Juga: Menakar Nasib Investor pada Saham-Saham Potensi Delisting, Cermati Hal Berikut Ini
Nah, initial public offering (IPO) dan juga rights issue pastinya membutuhkan pernyataan efektif dari otoritas pasar modal. “Berarti harus diperketat, jangan segampang itu mempermudah proses rights issue maupun IPO,” sambung dia.