CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.527.000   14.000   0,93%
  • USD/IDR 15.675   65,00   0,41%
  • IDX 7.287   43,33   0,60%
  • KOMPAS100 1.121   3,73   0,33%
  • LQ45 884   -2,86   -0,32%
  • ISSI 222   1,85   0,84%
  • IDX30 455   -2,30   -0,50%
  • IDXHIDIV20 549   -4,66   -0,84%
  • IDX80 128   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -1,30   -0,94%
  • IDXQ30 152   -0,90   -0,59%

Sejumlah Mata Uang Negara Asia Tertekan, Begini Prospeknya


Senin, 28 Agustus 2023 / 21:07 WIB
Sejumlah Mata Uang Negara Asia Tertekan, Begini Prospeknya
ILUSTRASI. Sejumlah mata uang Negara Asia melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah mata uang Negara Asia melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pekan kemarin. Awal pekan ini, pelemahan mata uang sejumlah Negara Asia masih melanjutkan pelemahannya.

Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 19.36 WIB, mata uang Hongkong melemah 0,09%, Jepang 0,17%, China 0,18%, Malaysia 0,13%, dan Filipina 0,79% terhadap dolar AS.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, sepekan terakhir tren dari mata uang Asia cenderung bervariasi di tengah katalis pergerakan nilai tukar yang cenderung tertahan menjelang Simposium Jackson Hole.

Mata uang yang melemah cukup dalam di antaranya adalah yen Jepang dan peso Filipina. Peso Filipina melemah akibat potensi penurunan suku bunga oleh bank sentral Filipina di kuartal I 2024.

"Sementara yen Jepang sangat terpengaruh oleh sentimen hawkish di Simposium Jackson Hole Symposium pada hari Jumat lalu," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (28/8).

Baca Juga: Rupiah Berpotensi Terdepresiasi, Selasa (29/8)

Selain kedua mata uang tersebut, mata uang Asia cenderung melemah atau menguat terbatas. Rupiah pada pekan lalu cenderung melemah terbatas, salah satunya dipengaruhi oleh kekhawatiran investor terhadap pengumuman Fed di Simposium Jackson Hole, serta dampak negatif dari defisit transaksi berjalan di kuartal II 2023.

Namun, rupiah berpotensi mulai menguat terbatas di minggu ini. Hal tersebut sejalan dengan meredanya kekhawatiran investor terkait dengan arah kebijakan Fed.

"Salah satu faktor yang berpotensi mendorong penguatan nilai tukar Asia di antaranya adalah proyeksi penurunan data tenaga kerja AS dan ADP Employment Change, yang akan rilis pada 30 Agustus mendatang," katanya.

Baca Juga: Dedolarisasi Makin Gencar, Begini Kata Analis

Di jangka panjang, rupiah, bersama dengan mata uang Asia lainnya berpotensi mengalami penguatan. Terutama ketika data AS kembali melambat sehingga Fed mengafirmasi selesai dengan tren kebijakan pengetatan moneter.

Menurut Josua, sentimen ini juga berpotensi berbalik arah apabila Fed masih akan menaikkan suku bunga lebih dari 25 bps di sisa tahun 2023. Selain dari sisi Fed, pergerakan rupiah juga dipengaruhi oleh bagaimana perkembangan dari neraca dagang Indonesia.

"Bila penurunan neraca dagang cenderung gradual, maka rupiah diperkirakan berpotensi bergerak lebih stabil," kata Josua.

Baca Juga: Kurs Rupiah Jisdor Menguat 0,02% ke Rp 15.294 Per Dolar AS, Senin (28/8)

Di antara negara Asia, Josua menilai beberapa negara yang berpotensi rebound secara signifikan di antaranya adalah baht Thailand yang pada kuartal II lalu cenderung mengalami pelemahan akibat ketidakpastian politik. Menurutnya, seiring dengan mulai meredanya ketidakpastian politik tersebut, mata uang Thailand diperkirakan mampu menguat lebih cepat dibandingkan dengan negara Asia lainnya.

Pengamat Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong menilai untuk saat ini prospek mata uang Asia masih kurang baik. Menurutnya, selain tertekan oleh divergensi kebijakan suku bunga, juga tertekan oleh perlambatan ekonomi di China.

"Sentimen yang bisa menguatkan mata uang Asia adalah stimulus China dan intervensi bank-bank sentral," katanya.

Menurut Lukman, dari sejumlah mata uang Asia, hanya mata uang Singapura yang paling berpotensi menguat. Sebabnya, otoritas moneter Singapura MAS memiliki kebijakan penguatan dolar Singapura untuk mengontrol inflasi, dengan cadangan devisa yang besar serta surplus current account yang kuat.

"MAS akan berkemampuan mengintervensi dan menguatkan dolar Singapura, target akhir tahun USDSGD di 1,3000," kata Lukman.

Baca Juga: Kurs Rupiah Spot Menguat ke Rp 15.292 Per Dolar AS, Senin (28/8)

Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin menambahkan, untuk jangka pendek dolar AS masih berpotensi menguat. Hal ini melihat dari penguatannya enam pekan secara beruntun, seiring dengan masih tingginya prospek kenaikan suku bunga the Fed.

Pekan ini, kata Nanang, serangkaian even penting terjadi baik data ISM Manufacturing, Non Farm Payrolls dan Core PCE Price Index. Menurutnya, banyak kalangan menilai data penting ini akan menjadi pertimbangan bagi Fed untuk mengukur sejauh inflasi dan tenaga kerja terkini.

"Dolar berpotensi masih menguat," katanya.

Sementara untuk rupiah masih akan dipertahankan pada zona psikologis Rp 15.300 per dolar AS-Rp 15.500 per dolar AS. Sejumlah instrumen investasi dilakukan BI guna meningkatkan arus modal asing masuk ke dalam negeri, salah satunya penerapan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×