kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,75   -7,60   -0.82%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sejumlah emiten kayu menyambut rencana pemerintah dorong ekspor kayu dan mebel


Rabu, 11 September 2019 / 14:42 WIB
Sejumlah emiten kayu menyambut rencana pemerintah dorong ekspor kayu dan mebel
ILUSTRASI. PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD)


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian berusaha berencana mendorong ekspor produk kayu dengan menyiapkan berbagai insentif serta melonggarkan syarat ekspor. Sejumlah emiten kayu orientasi ekspor menyambut rencana ini. 

Kebijakan yang bakal memberikan angin segar industri kayu adalah penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% atas kayu log atau kayu bulat. Selain itu, pemerintah juga berencana menghilangkan beban biaya untuk Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) yang selama ini memberatkan industri. Untuk mengurus SVLK saja, pengusaha butuh biaya sekitar Rp 20 juta sampai Rp 30 juta. 

Baca Juga: Harga batubara turun, Bukit Asam (PTBA) puasa eksplorasi sampai Maret 2020

SVLK sampai saat ini masih diwajibkan oleh Indonesia sebagai penanda legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan. Tentunya SVLK bisa jadi pegangan pengusaha kayu untuk meyakinkan pembelinya yang berada di luar negeri.

Selain itu, juga bisa  memudahkan konsumen luar negeri membeli produk olahan kayu yang terjamin keabsahannya. 

Namun, kelonggaran SVLK ini dibuat karena tidak semua negara importir mewajibkan adanya SVLK. Hanya Uni Eropa, Kanada, Australia, dan United Kingdom (UK) yang mewajibkan adanya sertifikat ini. 

Emiten furniture rumah tangga berbahan dasar kayu PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) menanggapi dua kebijakan ini. Corporate Secretary & Head Of Investor Relation WOOD Wendy Chandra menyatakan menyambut baik rencana kebijakan pemerintah terkait penghapusan PPN 10%. 

“Tentunya kebijakan ini akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan mengingat penjualan kayu bulat Integra di dalam negeri berkontribusi sekitar 10%-15% ke penjualan bersih,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (11/9). 

Baca Juga: Tak eksplorasi sampai Maret 2020, Bukit Asam (PTBA) fokus optimalisasi daerah IUP

Sedangkan soal SVLK, Wendy menyatakan masih menunggu detail lebih lanjut terkait ketidakwajiban sertifikat untuk kepentingan ekspor. Tapi sejauh ini, menurut Wendy tidak wajibnya SVLK tidak terlalu pengaruh ke kinerja keuangan. Sebab sistem SVLK berlaku 3 tahun sejak diterbitkan. 

Berbeda dengan WOOD, PT SLJ Global Tbk (SULI) menilai aturan ini tidak terlalu berpengaruh pada kinerja perusahaan.  Wakil Presiden Direktur SULI David menyatakan aturan penghapusan PPN 10% tidak begitu berdampak pada keuangan SULI karena penjualan produk kayu log di bawah 5% dari penjualan. 

Melansir laporan keuangannya di 2018, penjualan kayu bulat SULI hanya 2,8% dari total penjualan bersih. 

Adapun pada semester I 2019 ini kontribusi penjualan kayu bulatnya juga mini, yakni hanya 2,2% dari total penjualan bersihnya atau sebesar US$ 743,24 ribu dari total pendapatan usahanya sebesar US$ 33,79 juta. 

“Pendapatan SLJ Global hampir seluruhnya atau 95% dari penjualan produk kayu seperti kayu lapis, kayu gergajian, kayu lapis olahan yang dijual ke luar negeri,” jelasnya.

Baca Juga: Lippo Karawaci (LPKR) diproyeksikan pengembang dengan pendapatan tertinggi

Saat ini pangsa pasar ekspor SULI kebanyakan ke Amerika, Korea, Jepang, India. Sebetulnya ada ke Uni Eropa tapi David bilang tidak begitu banyak.

Sedangkan untuk SVLK, menurut David mau dihapuskan atau tidak kebijakan ini juga tidak pengaruh ke kinerja perusahaan. David menilai, pelonggaran izin SVLK lebih membantu industri kayu kecil menengah untuk ekspor. Perusahaan seperti SLJ Global yang pangsa pasarnya sudah besar, tentunya hal ini tidak berdampak. 

Namun, David menyatakan SVLK sebenarnya juga penting untuk melihat sisi pengolahan hutan lestari dan menjamin bisnis yang sejalan dengan alam. 

Menurut David setelah kebijakan ini disahkan tentunya industri kayu dalam negeri akan semakin bergairah. Menurutnya walaupun saingan di pasar ekspor akan bertambah, David menyatakan SLJ sudah punya buyer yang melakukan repeat order. Ekspor produk SULI paling banyak diserap ke Amerika dan Korea Selatan.  

Baca Juga: Hotel milik anak usaha Metropolitan Land (MTLA) ini bidik market kru maskapai

Sementara ini penjualan kayu SULI lebih banyak ke Korea Selatan. David berharap di kuartal IV 2019 ada kenaikan penjualan ke negara lain. 

Menurut SULI tantangan saat ini yang dihadapi industri kayu adalah banyak ketidakpastian salah satunya dari harga jual kayu yang menurun. Saat ini rata-rata harga jual kayu berada di kisaran US% 500 sampai US% 525 per meter kubik, turun 30% dari tahun lalu yang berada di level US$ 800 per meter kubik. 

Di sisa tahun ini, David menyatakan SLJ Global akan fokus melakukan efisiensi dengan menurunkan biaya dan menekan biaya produksi di lapangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×