Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Para investor, terutama pemburu obligasi ritel segera bersiap. Pemerintah bakal membuka masa penawaran instrumen teranyar, yakni saving bond ritel (SBR) seri 002 mulai 28 April mendatang.
"Masa penawaran SBR berlangsung hingga 19 Mei 2016," ujar Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Loto Srinaita Ginting, Senin (28/3).
Penjatahan instrumen ini dijadwalkan pada 23 Mei 2016. Kemudian penerbitan dan setelmen di 25 Mei 2016. Mirip seperti SBR seri 001, saving bond ritel teranyar ini bakal berjangka waktu dua tahun. SBR002 akan menggunakan kupon mengambang.
"Penetapan kupon mengacu pada suku bunga LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Namun, spread akan ditetapkan pada tanggal penetapan kupon," tambah Loto.
Mekanisme tersebut serupa dengan SBR001, yang ditetapkan 8,75%, yakni bunga penjaminan LPS ditambah spread 125 basis poin. Dan saat ini LPS rate masih bertengger di angka 7,5%.
Untuk pertama kali, pemerintah akan menerapkan mekanisme early redemption. Skema ini memungkinkan investor menjual kembali kepemilikan mereka kepada pemerintah setelah satu tahun.
Kendati demikian, SBR tetap tidak dapat ditransaksikan di pasar sekunder atau non-tradable. Early redemption bisa dilakukan setelah 13 bulan kepemilikan. Walaupun sudah menentukan tanggal penjualan, pemerintah masih enggan menentukan target dana dari instrumen ini.
Direktur Strategi dan Portofolio Utang DJPPR Kemkeu Scenaider Siahaan menjelaskan, penetapan target penerbitan setelah mengumpulkan minat dari agen penjual.
Namun ia optimistis, penerbitan kali ini lebih menarik ketimbang seri sebelumnya. "Investor akan lebih bergairah, tapi total permintaan yang masuk akan tergantung kupon," ujar Scenaider.
Analis Capital Asset Management Desmon Silitonga malah pesismistis kupon SBR002 akan mekar. Ia memperkirakan, kupon SBR002 di 6,5%-7%. Ini dampak penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate ke level 6,75%.
"Kemungkinan kupon tak berbeda jauh dari BI rate saat ini," tutur Desmon. Asumsi kupon tersebut juga mempertimbangkan tenor dua tahun. Apalagi pemerintah menerapkan opsi early redemption yang semakin menyebabkan kupon tak setinggi SBR001.
Imbasnya, minat investor lebih minim. "Total permintaan diperkirakan Rp 2 triliun-Rp 5 triliun," ujar Desmon. Kendati demikian, SBR masih lebih menarik ketimbang instrumen seperti deposito.
Menurut Desmon, penetapan bunga mengambang akan menguntungkan saat suku bunga LPS naik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News