Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Tahun ini, pasar saham Indonesia berlari kencang. Kemarin (30/12), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menyentuh 5.226,95, naik 22,29% sejak awal tahun atau year to date (ytd).
Kinerja IHSG ditopang sejumlah sektor saham. Sektor properti dan konstruksi mencetak kenaikan tertinggi, yakni 55,76%, lalu sektor keuangan dengan imbal hasil (return) 35,41%, dan saham infrastruktur 24,71%.
Adapun saham consumer goods memberi return 22,21%, manufaktur 16,04%, perdagangan, service dan investasi 13,11%, industri dasar 13,09%, serta aneka industri 8,47%. Sedangkan sektor pertambangan menjadi satu-satunya kelompok saham yang mencatatkan return negatif, yakni minus 4,22%.
Tahun ini saham properti banyak diburu investor. Maklum, kebutuhan akan properti masih tinggi. Mengingat properti menjadi kebutuhan dasar sekaligus wahana investasi. Tak heran, emiten properti mencetak pertumbuhan fundamental baik.
Reza Nugraha, analis MNC Securities, memperkirakan, sektor unggulan di tahun 2014 akan melanjutkan pesona mereka pada tahun depan, meski imbal hasil tak sebesar tahun ini.
Rencana pemerintah menggenjot infrastruktur menjadi peluang bagi sektor konstruksi. Namun, hal ini bisa menjadi bumerang. Pasalnya, kenaikan harga saham konstruksi tahun ini terbilang tinggi dibandingkan pertumbuhan fundamental.
Kepala Riset First Asia Capital, David Nathanael Sutyanto memperkirakan, sektor infrastruktur, konstruksi dan finansial akan mencetak return tertinggi. Selain itu, sektor konsumsi dan industri dasar berpeluang tumbuh. "Pertumbuhan infrastruktur dan konstruksi akan mengangkat sektor industri dasar," papar dia.
Rencana pemerintah menghapus subsidi bahan bakar minyak (BBM) bisa menjadi sentimen positif bagi emiten konstruksi. Dengan penghapusan subsidi BBM, pemerintah bisa lebih banyak menghemat anggaran sekaligus mengalihkannya ke sejumlah proyek infrastruktur.
Sedangkan saham finansial banyak diminati investor asing. Harga saham emiten bank, masih terbilang murah. "Untuk sektor unggulan, saya kira kenaikan tahun depan bisa di atas 20%," tutur David. Di sektor perkebunan Reza bilang, potensi pertumbuhannya masih fifty-fifty, mengingat harga CPO berfluktuasi.
Di sisi lain, Reza dan David sepakat memberi tanda merah bagi saham pertambangan. Reza mengatakan, harga minyak dunia terus menurun, bahkan hampir menyentuh US$ 50 per barel. Penurunan harga minyak dunia turut menyeret harga batubara. Ini yang menyebabkan prospek saham batubara masih suram.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News