Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan saham-saham sektor teknologi pada awal tahun 2022 cenderung turun. Indeks IDX Sector Technology tercatat minus 9,99% secara year to date (ytd) sampai dengan Selasa (22/2). Tiga perusahaan yang memiliki bobot besar dalam indeks ini memperlihatkan pergerakan serupa.
Sebagai contoh, PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) merosot 18,6% ytd menjadi Rp 350 per saham. Lalu, saham PT Digital Mediatama Maxima Tbk (DMMX) turun 26,65% menjadi Rp 1.995 dan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) terkoreksi 8,77% menjadi Rp 2.080 per saham.
Menurut Founder & CEO Emtrade Ellen May, tren kenaikan saham-saham sektor teknologi yang sebelumnya terjadi masih berpeluang untuk berlanjut. Namun, tetap saja akan ada naik dan turunnya serta berotasi dengan sektor saham lain.
Baca Juga: IHSG Melemah ke 6.861 Pada Selasa (22/2), Asing Net Buy 15 Hari Beruntun
Sebagai contoh, dalam beberapa waktu lalu, saham teknologi sempat tergantikan dengan saham-saham sektor komoditas yang terkerek. Lalu, saat ini, saham-saham perbankan besar yang masih terus melaju.
Untuk tahun 2022, saham-saham teknologi juga berpeluang terangkat kembali apabila perusahaan-perusahaan teknologi besar yang dikabarkan akan initial public offering (IPO) benar-benar melaksanakan hajatnya. Pasalnya, hal tersebut akan menambah bobot saham sektor teknologi dalam perhitungan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Seiring dengan meningkatnya bobot sektor teknologi ke perhitungan IHSG, maka para investor besar juga berpeluang menambah bobot kepemilikannya pada saham-saham ini.
"Mereka pasti akan menjadikan IHSG sebagai tolok ukur. Mereka tidak mau return yang jauh berbeda dari IHSG. Kalau bisa lebih bagus tetapi tidak mau di bawahnya," kata Ellen dalam acara Kontan Webinar Menakar Ekonomi Digital dan Prospek Saham Teknologi di Pasar Modal Indonesia secara virtual, Selasa (22/2).
Baca Juga: Bukan Hanya Karena Valuasi Mahal, Ini Pendorong Tumbangnya Saham-Saham Bank Digital
Selanjutnya, apabila para investor besar melakukan rebalancing portofolionya dengan membeli saham-saham teknologi, maka permintaan pada saham-saham ini akan naik. Kondisi ini bakal mendorong saham-saham teknologi untuk lebih aktif.
Akan tetapi, yang perlu diingat, investor besar biasanya akan menunggu valuasi dan harga terbaik untuk masuk ke saham-saham teknologi. Sebagai contoh, menurut Ellen, saham BUKA waktu awal tercatat tidak terlalu banyak diborong, melainkan banyak dijual investor besar.
"Setelah turun, mereka baru borong lagi pas harganya sudah di bawah. Jadi, jika investor retail mau mengikuti tren permintaan besar dari investor besar, manajer investasi, dan fund lainnya, maka harus dicermati sesuai dengan timing-nya," ucap Ellen.
Baca Juga: Lebih Cermat Memilih Saham-Saham IPO
Di samping itu, investor retail juga tidak bisa terlalu mengandalkan story di pasar dalam berinvestasi di saham teknologi. Pasalnya, ketika story mulai menyebar di pasar, fund ataupun invetor besar biasanya sudah mengetahui informasi tersebut dan sudah membeli duluan.
"Saat story itu berhembus di pasar, harga saham sudah naik dan malah people sell on news, lalu retail baru masuk," ucap Ellen.
Oleh sebab itu, untuk memahami timing yang tepat, menurut Ellen, investor retail perlu mengombinasikan dengan analisis teknikal (membaca grafik) dalam membuat keputusan investasi. Ketika harga naik dengan volume tinggi, maka artinya banyak partisipasi dari retail maupun institusi
Sebaliknya, ketika harga saham sudah naik banyak, lalu jatuh satu hari saja dengan volume transaksi besar, maka hal itu dapat menjadi tanda adanya profit taking dalam jumlah yang besar oleh sekelompok retail atau oleh 1-2 investor besar. Nah hal tersebut, bisa menjadi peringatan investor retail untuk menjual, profit taking, atau menjauh dari saham tersebut.
Baca Juga: Banyak Unicorn Berencana IPO, Begini Cara Investor Menyeleksi
Ellen mengakui, dia saat ini masih memilih saham-saham teknologi untuk investasi jangka pendek hingga menengah saja dan jumlahnya tidak besar. Pasalnya, dia belum yakin apakah perusahaan teknologi yang ia investasikan akan bertahan dan terus berkembang, atau malah sebaliknya.
Akan tetapi, apabila investor retail memang mau berinvestasi jangka panjang pada saham teknologi, maka harus berinvestasi dengan nominal yang siap dengan berbagai risikonya. Dengan begitu, jika sahamnya justru turun drastis, investor tidak menjadi stres dan sudah mempunyai cadangan uang tunai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News