Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Kelesuan ekonomi turut menahan laju harga saham pendatang baru di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sepanjang tahun ini, ada tujuh emiten baru yang tercatat di BEI. Sayangnya, mayoritas kinerja saham anyar itu flat, mengekor penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG) belakangan ini.
Saham PP Properti (PPRO) misalnya, saat ini diperdagangkan Rp 180 per saham. Angka itu berada di bawah harga initial public offering (IPO) senilai Rp 185 per saham. Adapun saham Bank Yudha Bhakti (BBYB) di Rp 87 per saham atau di bawah harga IPO Rp 115 per saham.
Gerak saham anak usaha Grup Sinarmas, Puradelta Lestari (DMAS) juga tak terlalu istimewa. DMAS saat ini di level harga Rp 218, tak banyak bergerak dari harga IPO senilai Rp 210 per saham. Cuma Mitra Keluarga Karyasehat (MIKA), saham pendatang baru yang sudah mencatat kenaikan harga yang tinggi.
Saat ini, harga MIKA Rp 24.600 per saham, melonjak 44,7% ketimbang harga perdana Rp 17.000 per saham. Sedangkan saham Mega Manunggal Property (MMLP) dan Merdeka Copper Gold (MDKA) masih bergerak di zona hijau.
Analis First Asia Capital David Sutyanto menilai, hampir seluruh sektor terseret pelemahan IHSG. Minimnya dana yang masuk ke pasar membuat saham baru kurang diminati. Apalagi, belakangan ini, dana asing mengalir deras keluar dari pasar modal.
Hans Kwee, Vice-President Investment Quant Kapital Investama mengatakan, perlambatan ekonomi membuat investor menahan diri. Di sektor properti misalnya, banyak sentimen negatif masih mendera. Suku bunga tinggi dan indikasi bubble properti membuat saham-saham perdana di sektor ini masih dihindari.
David menilai, target emiten baru BEI sebanyak 32 emiten sulit dicapai. Pasalnya, IHSG diperkirakan stagnan di tahun ini. "IPO adalah soal market timing. Kalau pasar tak bagus, maka sulit terserap," tutur dia. Sejak awal tahun hingga kemarin (ytd), IHSG mencetak return minus 4,63%.
Menurut Hans, hanya beberapa sektor yang masih menarik untuk hajatan IPO, misalnya saham konsumer dan infrastruktur. Saham ini masih mendapat dorongan jika pertumbuhan ekonomi membaik. "Ini masih tergantung kondisi ekonomi. Jika tak membaik, perdagangan saham emiten baru akan sepi," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News