Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Indosat Tbk (Indosat Ooredoo) dan PT Hutchison 3 Indonesia mengumumkan penyelesaian penggabungan usaha setelah menerima semua persetujuan hukum dan pemegang saham yang diperlukan. Perusahaan tersebut kini bernama Indosat Ooredoo Hutchison.
Entitas hasil merger ini diklaim menjadi perusahaan telekomunikasi seluler terbesar kedua di Indonesia. Setelah merger, Indosat Ooredoo Hutchison berharap memiliki kemampuan yang lebih baik untuk bersaing dan memberikan nilai lebih bagi semua pemangku kepentingan.
Director & Chief Regulatory Officer Indosat Ooredoo Hutchison Muhammad Danny Buldansyah mengatakan, gabungan dua usaha ini juga akan menghasilkan spektrum yang mencukupi agar pengelolaan 5G jauh lebih baik. Perusahaan ini juga akan membuat permodalan perusahaan lebih kuat untuk menyelenggarakan 5G.
Head Of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menyatakan, ISAT memiliki peluang untuk merealisasikan kinerja yang lebih bagus lagi setelah aksi merger ini.
Namun, ia bilang PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) masih tetap menjadi emiten telekomunikasi nomor satu karena secara jumlah pelanggan yang masih jauh lebih besar dibandingkan pemain lainnya.
Baca Juga: Ini Manfaat dari Merger Indosat Ooredoo dan Hutchison 3 Indonesia Bagi Pelanggan
“Secara fundamental, dia (TLKM) kuat dengan kondisi rasio utang paling rendah dibandingkan peers,” ungkap Sukarno kepada Kontan.co.id, Selasa (5/1).
Jika melihat RTI, DER TLKM sebesar 121,93% lebih kecil ketimbang ISAT dengan DER 287,65%, EXCL 246,01%, dan FREN di 230,69%.
Selanjutnya, Sukarno bilang apabila rencana akuisisi EXCL terhadap PT Link Net Tbk (LINK) terealiasi maka fundamentalnya bakal lebih solid dan peluang valuasinya bisa menjadi lebih murah lagi.
Sebagai informasi, XL Axiata dan Axiata Group Berhad rencananya bakal membeli 1,82 miliar saham atau setara 66,03% modal ditempatkan dan disetor dalam LINK.
Adapun pihak penjual LINK adalah Asia Link Dewa Pte. Ltd dan PT First Media Tbk (KBLV). Porsi kepemilikan KBLV atas LINK setara 27,9%, dan CVC Capital melalui Asia Link Dewa menguasai 35,55% saham LINK.
Sementara itu, posisi selanjutnya ada PT Smartfren Tbk (FREN). “TLKM masih yang terkuat, konsisten laba dan kinerja terakhirnya berhasil tumbuh juga, memiliki rasio ROE di 24% (No 2 setelah ISAT) tapi memiliki rasio PBV di atas rata-rata,” tambah Sukarno.
Adapun untuk ISAT juga berhasil meraih kinerja yang positif dan membalik rugi menjadi laba sehingga rasio NPM dan ROE menjadi lebih bagus dibandingkan TLKM.
Secara rasio utang, memang ISAT cukup tinggi sehingga kurang menarik. Tapi, kata Sukarno, tren rasio utang tersebut menurun dan masih bisa dipertimbangkan serta berpeluang menjadi lebih baik lagi ke depannya. Selain itu, ISAT memiliki rasio PBV lebih rendah dari rata-rata peers.
“Untuk EXCL kinerja selama sembilan bulan pertama 2021 tumbuh tipis, memiliki rasio utang di atas rata-rata, tapi lebih bagus dibandingkan ISAT. Secara valuasi sedikit lebih murah, tapi rasio ROE dan NPM agak rendah,” papar Sukarno.
Baca Juga: Merger Indosat Ooredoo dan Hutchison 3 Indonesia Rampung, Ini Daftar Manajemennya
Sedangkan untuk FREN, berhasil meraih kinerja yang lebih bgus dibandingkan periode sebelumnya dan trennya jadi positif, rasio utang terendah kedua setelah TLKM. Namun Sukarno mencermati tren rasio utang FREN mengalami kenaikan dan invetor perlu berhati-hati. Dan dari segi valuasi dari sisi PBV menjadi yang terendah ketiga.
Secara keseluruhan Sukarno memandang sektor telekomunikasi masih akan bertumbuh di tahun ini. Menurutnya, faktor permintaan konsumsi data yang diperkirakan masih akan tinggi di tengah kebiasaan masyarakat saat melakukan WFH. Kemudian, untuk emiten yang telah melakukan aksi merger menjadi pendorong pendapatannya bisa tumbuh.
Sukarno melihat, secara prospek EXCL memiliki potensi kenaikan yang lebih besar karena memiliki valuasi paling menarik, kemudian di posisi kedua ia menempatkan ISAT. Adapun untuk TLKM masih bisa bertumbuh namun kenaikannya tidak akan terlalu tinggi lagi.
“Sementara untuk FREN lebih ke spekulatif dan pergerakannya bisa sangat fluktuatif,” imbuhnya.
Untuk jangka pendek, Sukarno merekomendasikan buy on weakness saham TLKM, ISAT, dan EXCL. Ia menambahkan, untuk saham FREN, pelaku pasar bisa melakukan trading buy dan perlu menunggu momentum teknikal jika sudah ada sinyal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News