kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,70   -25,03   -2.70%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Saham BWPT diindikasi terkena forced sell


Selasa, 14 Oktober 2014 / 18:28 WIB
Saham BWPT diindikasi terkena forced sell
ILUSTRASI. Revisi prospek menjadi positif dari stabil mencerminkan metrik kredit Pakuwon Jati yang kuat dan likuiditasnya yang sangat baik, KONTAN/Muradi/2022/08/06


Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Terus anjloknya harga saham PT BW Plantation Tbk (BWPT) ditengarai merupakan indikasi adanya penjualan paksa (forced sale) yang dilakukan oleh investor. 

Sanusi, Ketua Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia (MISI) mengatakan, setelah prospektus rights issue BWPT diumumkan di media masa dan suspensi dibuka oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), saham emiten kebun ini langsung anjlok. 

Bahkan, harga saham BWPT sempat longsor hingga menyentuh autoreject bawah selama dua hari berturut-turut. Hal itu buntut dari masifnya aksi jual investor. 

"Ada dua perusahaan efek yang menjual (saham BWPT) secara masif," ujar Sanusi, Selasa (14/10). 

Tanpa menyebut sekuritas yang dimaksud, Sanusi membeberkan, sekuritas pertama menjual sekitar 540.000 lot dengan nilai penjualan sebesar Rp 25 miliar. Harga rata-rata jual ketika itu di kisaran Rp 461 per saham.

Sekuritas ke dua, menjual 418.000 lot dengan total nilai penjualan sebesar Rp 21,3 miliar. Dalam kurun waktu setahun belakangan, rata-rata harga saham BWPT ada di level Rp 1.200 per saham.

"Biasanya, penjualan yang masif di harga berapa saja merupakan forced sale untuk transaksi margin," kata Sanusi. 

Jika memang benar ini merupakan transksi margin, ia menghitung, total kerugian yang diderita investor di dua sekuritas tersebut mencapai Rp 68,7 miliar. Itu baru dua sekuritas. Ia pun membuat formula penghitungan.

Misal, seorang investor memiliki 100.000 saham BWPT di harga Rp 1.000, maka modal dia sebesar Rp 100 juta. Dengan rasio rights issue yang ditentukan, 1:6, maka investor ini harus menebus 600.000 HMETD BWPT yang ditawarkan. 

Jika harga rights dibanderol Rp 400 per saham, maka sang pemodal harus menyiapkan Rp 240 juta. Sehingga, investor harus menambah 2,4 kali modal awal mereka. Jika tidak mengeksekusi hak itu, maka mereka menanggung rugi riil sekitar Rp 60 juta atau 60% dari modal mereka. 

"Jika saham dibeli dengan fasilitas margin, bangkrut investor publik ini," tandas Sanusi. 

Sekadar informasi, dalam fasilitas margin investor memiliki kesempatan untuk melakukan transaksi dengan nilai yang lebih besar dari dana yang dimiliki. Dalam aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sekuritas bisa memberikan pembiayaan sebesar 65% dari nilai jaminan pembiayaan oleh investor. Sedangkan nilai jaminan awal yang harus disetor minimal 50% dari nilai pembelian efek pada saat transaksi.

Jika dalam kurun waktu tertentu, saham-saham yang dibeli nasabah turun, maka perusahaan efek harus meminta nasabah mendepositkan uang tunai atau saham (top up) ke dalam rekening margin. Sehingga nilai jaminan pembiayaan efek tidak lebih dari 65%. 

Jika nasabah tidak melalukan top up, empat hari setelah permintaan itu, maka perusahaan efek wajib menjual jaminan pembaiyaan dengan melakukan penawaran jual sehingga nilai
pembiayaan tidak melebihi 65%.

Namun, jika nillai pembiayaan telah mencapai 80% dari total jaminan, maka sekuritas dengan atau tanpa persetujuan nasabah wajib melakukan jual paksa (forced sale). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×