Reporter: Rashif Usman | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan harga saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) tengah mengalami tren pelemahan dalam beberapa waktu belakangan ini.
Tengok saja, pada penutupan perdagangan Jumat (7/2) lalu, saham blue chip di sektor farmasi ini berada di level Rp 1.265 per saham atau melemah 2,69% dalam sehari. Sejak tiga bulan terakhir perdagangan, saham ini juga melemah 21,67%.
Analis Mirae Asset Sekuritas Andreas Kristo Saragih melihat saat ini saham KLBF diperdagangkan pada valuasi 15,9x P/E FY25, atau 1,1 standar deviasi di bawah rata-rata lima tahunnya, yang menjadikannya cukup menarik.
"Kami tetap menggunakan metode valuasi berbasis P/E, dengan target multiple 24,75x berdasarkan rata-rata lima tahun terakhir. Dengan demikian, rekomendasi kami tetap buy dengan target harga Rp 1.880," kata Andreas dalam risetnya, Kamis (6/2) lalu.
Namun, Andreas menjelaskan ada sejumlah risiko utama terhadap rekomendasi ini meliputi, meningkatnya kontribusi produk tanpa merek di segmen farmasi, persaingan yang berkepanjangan di segmen nutrisi, harga bahan baku yang lebih tinggi dari perkiraan, serta potensi pelemahan rupiah yang lebih dalam terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Baca Juga: Kinerja Kalbe Farma (KLBF) Diproyeksi Tumbuh Positif di 2024, Cek Rekomendasi Analis
Di samping itu, Verdhana Sekuritas tetap mempertahankan rekomendasi buy untuk KLBF dengan target harga Rp 2.200 per saham.
Rekomendasi yang diberikan tersebut berdasarkan perkiraan price-to-earnings (P/E) di tahun 2025 sebesar 28x, atau +0,7 standar deviasi dari rata-rata lima tahun terakhir.
"Risiko utama terhadap proyeksi ini adalah pelemahan rupiah yang lebih dalam dari perkiraan," tulis riset Verdhana Sekuritas pada Selasa (4/2) lalu.
Dalam riset Mirae Asset Sekuritas, laba bersih indikatif KLBF pada kuartal IV-2024 tercatat sebesar Rp 862 miliar, meningkat 22,8% secara tahunan (YoY) dan 50,3% secara kuartalan (QoQ).
Kinerja ini didorong oleh pertumbuhan pendapatan menjadi Rp 8,41 triliun atau naik 6,6% YoY dan tumbuh 6,3% (QoQ).
Secara keseluruhan, laba bersih indikatif di sepanjang tahun 2024 mencapai Rp 3,24 triliun atau tumbuh 17,1% (YoY), sementara pendapatan tahunan mencapai Rp 32,65 triliun atau melonjak 7,2% (YoY).
Andreas menjelaskan seluruh segmen, kecuali segmen nutrisi, mencatatkan pertumbuhan pendapatan positif sepanjang tahun lalu.
Manajemen mengaitkan pertumbuhan ini dengan kenaikan volume sebesar 5%, dengan kontribusi sekitar 0,5% dari produk baru, sementara sisanya berasal dari kenaikan harga jual rata-rata.
Stabilnya harga bahan baku sepanjang tahun 2024 juga berkontribusi pada ekspansi margin laba kotor sebesar +1 ppt YoY menjadi 39,8%.
"Perlu dicatat bahwa ini merupakan titik balik pertama sejak 2016, ketika margin laba kotor mencapai 49%," ujar Andreas.
Andreas juga menerangkan bahwa manajemen memproyeksikan pertumbuhan pendapatan dan laba per saham (EPS) sebesar 8-10% YoY di tahun 2025, dengan margin yang cenderung stabil di tengah potensi pelemahan rupiah terhadap dolar AS.
Pertumbuhan pendapatan diperkirakan akan didorong oleh pertumbuhan dua digit di segmen farmasi, 8%-10% (YoY) di segmen kesehatan konsumen, pertumbuhan satu digit di segmen nutrisi, serta 9%-12% di segmen distribusi.
Perbaikan dalam bauran penjualan, efisiensi biaya Selling, General, and Administrative (SGA) dan penyesuaian harga produk tertentu akan membantu menjaga profitabilitas di level yang sama dengan di tahun 2024.
Selanjutnya: Hadapi Persaingan Pasar, iSlim Luncurkan Tiga Varian Baru
Menarik Dibaca: Hadapi Persaingan Pasar, iSlim Luncurkan Tiga Varian Baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News