Reporter: Nur Qolbi | Editor: Noverius Laoli
Sementara itu, saham-saham di subsektor rokok mengalami tekanan setelah pengumuman kenaikan tarif cukai rokok sebesar rata-rata 12,5% untuk 2021. Putu memperkirakan, produsen rokok akan kembali menyesuaikan average selling price (ASP) untuk mengikuti harga jual eceran (HJE) yang sudah ditentukan.
Sayangnya, daya beli masyarakat dinilai masih berada di awal tahap pemulihan. "Hal ini pastinya akan berpotensi menekan pendapatan produsen rokok untuk tahun depan," tutur Putu. Hendriko menambahkan, GGRM dan HMSP juga terkoreksi karena kinerja kedua emiten ini cukup tertekan pada tahun 2020.
Secara teknikal, Hendriko melihat, enam saham tersebut masih berada pada sideways atau downtrend. Belum ada tanda-tanda untuk berbalik menjadi tren naik. "Lebih baik menunggu adanya potensi reversal menuju uptrend," kata dia.
Baca Juga: IHSG menguat 1%, saham-saham ini paling banyak dikoleksi asing Senin (21/12)
Terlebih lagi, menurut dia, saat ini, emiten sektor barang konsumsi masih minim sentimen positif. Oleh karena itu, secara teknikal, ia menyarankan investor untuk wait and see terlebih dahulu.
Untuk ke depannya, Putu berharap daya beli kembali akan membaik pada tahun 2021, serta harga komoditas dan inflasi tetap stabil sehingga bisa mendukung pertumbuhan kinerja emiten fast moving consumer goods (FMCG). Perusahaan FMCGÂ juga dapat mengambil momentum festive season untuk mendongkrak performanya.
Untuk investasi jangka panjang, Putu masih merekomendasikan overweight UNVR dengan target harga Rp 8.600 per saham, overweight HMSP dengan target harga Rp 1.750, dan buy GGRM dengan target harga Rp 49.000 per saham.
Selanjutnya: Saham LQ45 masih punya potensi upside, simak rekomendasi analis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News