Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rupiah pekan ini melemah akibat narasi hawkish Federal Reserve kembali menggema. Di samping itu, perang dagang antara China, Uni Eropa, dan Amerika Serikat (AS) menambah kekhawatiran perekonomian global.
Mengutip Bloomberg, Jumat (14/6), rupiah spot pekan ini ditutup pada level Rp 16.412 per dolar Amerika Serikat (AS). Dalam sepekan rupiah melemah 1,33% dan melemah sekitar 0,87% secara harian.
Sementara itu, rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) ditutup pada level Rp 16.374 per dolar AS, Jumat (14/6). Secara mingguan rupiah terpantau turun 0,96% dan melemah sekitar 0,54% secara harian.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, rupiah melemah tajam seiring perang dagang kembali memanas antara Uni Eropa–China dan Amerika–China. Seperti diketahui, Uni Eropa mengikuti jejak AS dalam mengenakan tarif pada sektor kendaraan listrik Tiongkok yang berkembang pesat.
Baca Juga: Rupiah Pekan Ini Babak Belur Dihantam Suku Bunga Fed dan Risiko APBN
Uni Eropa mengumumkan tarif tinggi antara 17% hingga 30% untuk impor kendaraan listrik China. Namun tidak seperti AS, Uni Eropa memang mewakili pasar utama bagi pembuat kendaraan listrik China.
Tarif tersebut meningkatkan kekhawatiran bahwa Uni Eropa dan AS akan memberlakukan lebih banyak pembatasan terhadap impor Tiongkok, sementara Beijing juga dapat mengumumkan tindakan pembalasan, yang akan merusak hubungan antara negara-negara dengan ekonomi terbesar di dunia.
Ibrahim menuturkan, sentimen perang dagang tersebut memperburuk situasi global seiring bank sentral Amerika umumkan hanya memangkas bunga acuan satu kali saja untuk 2024, bertepatan dengan Pilpres AS di akhir tahun. Alhasil, dolar tetap kuat di tengah kondisi konflik timur tengah sedikit mereda.
“Pelemahan rupiah ini akan berpengaruh bagi cadangan devisa dan ekspor impor Indonesia akan sedikit mengalami penurunan,” ujar Ibrahim kepada Kontan.co.id, Jumat (14/6).
Baca Juga: Rupiah Jisdor Melemah 0,54% ke Rp 16.374 Per Dolar AS Pada Jumat (14/6)
Kalau sudah begitu, Ibrahim bilang, cadangan devisa yang berpotensi tergerus kemungkinan akan mendorong Bank Indonesia (BI) untuk mengerek suku bunga acuan di pertemuan pekan depan, 19 – 20 Juni 2024. Pasalnya, BI dinilai masih memiliki ruang untuk menaikkan suku bunga hingga batas atas ke 6,75% dari posisi saat ini 6,25%.
Di samping itu, potensi pelemahan rupiah pekan depan akan dipengaruhi oleh tindakan balasan dari China terhadap Uni Eropa dan Amerika. Sebab, kekisruhan antara tiga negara perekonomian terbesar ini akan mengguncang perekonomian global.
Risiko ekonomi global masih cenderung negatif, meskipun ada kemungkinan beberapa kejutan yang positif. Penyebabnya adalah ketegangan geopolitik yang meningkat dapat menyebabkan harga komoditas bergejolak, sementara fragmentasi perdagangan lebih lanjut berisiko menyebabkan gangguan tambahan pada jaringan perdagangan.
Menurut Ibrahim, rupiah mungkin akan bergerak dalam rentang Rp 16.450 per dolar AS–Rp 16.500 per dolar AS di perdagangan pekan depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News