Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perkembangan pasar valas global masih dipengaruhi oleh kekhawatiran stagflasi di berbagai negara dan kebijakan hawkish Federal Reserve. Hal itu membuat investor masih cenderung mengamankan dananya ke aset safe haven.
Ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan, ekspektasi inflasi yang meningkat di berbagai negara dan pemberlakuan kembali lockdFown di China diperkirakan akan menimbulkan risiko terhadap pemulihan ekonomi global.
Pada risalah FOMC yang dirilis pekan lalu, The Fed mengindikasikan akan memperkecil kenaikan suku bunga ke depan seiring harapan inflasi yang mulai turun. Berdasarkan konsensus pasar, The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bps) pada FOMC meeting Desember 2022 mendatang.
Indeks dolar saat ini masih berada di level 106,4, menguat dari 95,67 pada akhir tahun lalu. Angka ini mengindikasikan penguatan dollar Amerika Serikat (AS) masih berlanjut.
"Pelaku pasar akan mengantisipasi rilis data ketenagakerjaan AS di pekan ini," ujar Reny dalam riset, Selasa (29/11).
Baca Juga: Rupiah Spot Terus Melemah ke Rp 15.732 Per Dolar AS di Tengah Hari Ini (29/11)
Data Non Farm Payrolls (NFP) AS diprediksi naik sebesar 200 ribu dan tingkat pengangguran stabil sebesar 3,7% pada November 2022.
Selasa (29/11) pukul 13.55 WIB, kurs ruipah spot melemah 0,09% ke Rp 15.737 per dolar AS.
Pada Jumat (25/11), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup menguat 0,1% secara mingguan ke posisi Rp 15.673 per dolar AS. Pergerakan rupiah dipengaruhi oleh normalisasi kebijakan The Fed di tengah perkembangan data-data ekonomi domestik yang membaik.
Sepanjang minggu lalu rupiah berfluktuasi di antara Rp 15.635 per dolar AS-Rp 15.728 per dolar AS. Reny memperkirakan USD/IDR bergerak ke kisaran Rp 15.628 per dolar AS-Rp 15.762 per dolar AS pada pekan ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
