Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang akan disimpulkan pada pekan ini masih menjadi latar belakang utama bagi pergerakan pasar keuangan, walaupun kemungkinan kenaikan suku bunga acuan AS masih rendah.
Spekulasi kenaikan tetap akan meminta volatilitas tinggi di pasar global yang disertai penguatan dollar AS. "Situasi itu membuat nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS bersamaan dengan kurs di kawasan Asia," kata Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta dikutip dari Antara, Selasa (26/7).
Ia menambahkan bahwa fokus pasar juga mulai tertuju pada kinerja keuangan emiten kuartal II 2016, sentimen itu dapat menjadi "proxy" atas ekspektasi angka pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
"Tekanan pelemahan rupiah secara umum masih akan ada di sepanjang pekan ini, tetapi pesimisme terhadap pertumbuhan ekonomi global menyusul sinyal perlambatan akibat Inggris keluar dari Uni Eropa bisa menahan penguatan dollar AS lebih tinggi," katanya.
Sementara itu, Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada menambahkan, harga minyak mentah dunia yang berada di luar harapan pasar yakni di bawah level US$ 45 per barel membuat rupiah tertahan lajunya.
"Waspadai adanya pelemahan lanjutan terhadap rupiah seiring harga komoditas yang cenderung melemah," kata Reza.
Pagi ini, rupiah bergerak flat cenderung melemah di hadapan dollar Amerika Serikat (AS). Turunnya harga minyak dan jelang pertemuan bank sentral di AS dan Jepang turut memberikan sentimen bagi pergerakan mata uang garuda.
Mengacu data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot pukul 10.17 WIB pada level Rp 13.149 per dollar AS atau melemah 0,05 % dari level sebelumnya Rp 13.142 per dollar AS.
Senasib, rupiah di kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) di level Rp 13.150 per dollar AS atau melemah 0,11 % dari level sebelumnya Rp 123.135 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News