Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Sempat mencatat posisi paling lemah sejak Maret 2020, rupiah bergerak menguat di pekan terakhir bulan Juni 2024. Dalam sepekan, rupiah bergerak fluktuatif yang dipengaruhi ekspektasi suku bunga akan dipangkas, hingga optimisme perekonomian domestik meningkat.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memaparkan, sepekan ini nilai tukar Rupiah diperdagangkan datar atau sideways, namun berhasil ditutup menguat pada penutupan sesi perdagangan pekan ini.
Mengutip Bloomberg, Jumat (28/6), rupiah spot pekan ini ditutup pada level Rp 16.375 per dolar AS. Dalam sepekan, rupiah spot menguat sekitar 0,46% dan naik sekitar 0,19% secara harian.
Sedangkan kurs rupiah Jisdor menguat 0,16% ke Rp 16.394 per dolar AS pada perdagangan terakhir bulan Juni. Dalam sepekan, kurs rupiah Jisdor menguat 0,39% dari posisi Rp 16.458 per dolar AS di pekan lalu.
Baca Juga: Wall Street Turun di Akhir Juni, Investor Mencerna Data Inflasi & Debat Presiden
Sementara itu, IHSG dalam sepekan juga ditutup menguat 2,7% atau 183 poin ke level 7.064 dengan yield SUN tenor 10 tahun juga tercatat turun 6bps dalam sepekan ke level 7,08%.
Tren penguatan indeks dolar terpangkas oleh penguatan mata uang utama antara lain euro dan dolar Australia. Meskipun tren pelemahan Yen Jepang tetap mendukung penguatan dollar indeks.
Secara umum, Josua menerangkan, rilis data ekonomi dalam pekan ini mengindikasikan kondisi yang cenderung mixed. Consumer confidence, mortgage application dan durable goods order AS mengindikasikan pelemahan kondisi ekonomi AS. Di sisi lain, data PDB kuartal I-2024 dan jobless claim mendukung solidnya ekonomi Amerika.
“Rupiah terapresiasi pada perdagangan hari ini akibat data konsumsi AS yang direvisi ke bawah, dan meningkatkan probabilitas pemotongan suku bunga. Hal ini juga terefleksi dari mata uang Asia yang cenderung menguat terhadap dolar AS,” jelas Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (28/6).
Josua menambahkan, para investor juga cenderung menunggu hasil dari rilis data PCE pada Jumat (28/6). Data ukuran inflasi favorit The Fed tersebut menimbulkan kehati-hatian bagi pelaku pasar.
Baca Juga: Bos Ritel Ungkap Efek Pelemahan Rupiah Terhadap Industri di Kuartal II-2024
Research and Development Trijaya Pratama Futures Alwi Assegaf mencermati, rupiah mengawali pekan ini dengan penguatan seiring pernyataan dari Menko Perekonomian, Menteri Keuangan dan Tim Ekonomi Presiden Terpilih terkait defisit fiskal dalam RAPBN 2025 ditargetkan berkisar -2,29% hingga -2,82% terhadap PDB.
“Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah akan mempertimbangkan kebijakan fiskal yang prudent. Ini membuat pasar lega,” ujar Alwi saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (28/6).
Alwi menambahkan, rupiah berbalik melemah di tengah pekan karena tertekan sikap hawkish para pejabat the Fed seperti Michelle Bowman yang masih ingin menahan suku bunga di level tinggi. Dan kalau dibutuhkan, The Fed berpeluang meningkatkan suku bunga.
Tetapi dua hari terakhir perdagangan pekan ini, indeks dolar bergerak melandai karena data PDB AS mengalami perlambatan di kuartal I-2024 hanya tumbuh 1,4%. Sentimen ini membuka harapan suku bunga akan dipangkas lebih cepat daripada perkiraan.
“Bahkan ekspektasi pasar melebihi ekspektasi the Fed. Pasar berekspektasi suku bunga tahun ini bisa dipangkas sebanyak dua kali, sementara fed hanya rencanakan satu kali,” imbuh Alwi.
Baca Juga: Rupiah Menguat Terhadap Dolar AS di Pekan Terakhir Juni 2024
Adapun pasar akan mencermati data inflasi PCE Amerika sebagai petunjuk selanjutnya dari arah suku bunga. Kalau inflasi AS melambat sesuai ekspektasi pasar, maka semakin menguatkan potensi suku bunga dipangkas tahun ini.
Alwi bilang, inflasi AS yang melandai akan melemahkan posisi dolar, sehingga menjadi dorongan bagi nilai tukar rupiah. Sentimen ini mungkin akan menjadi modal rupiah menguat di pekan depan.
Untuk pekan depan, investor akan disuguhkan pidato beberapa pejabat the Fed terutama Ketua Fed Jerome Powell, terkait arah suku bunga. Kemudian, berbagai rilis data tenaga kerja akan dipublikasikan seperti data Non Farm Payroll (NFP).
Selain itu, pasar perlu memperhatikan debat pemilu Presiden Amerika Serikat antara Joe Biden dan Donald Trump. Dan juga perlu diwaspadai pemilu di Prancis yang isunya siapapun pemimpin terpilih tidak akan bisa menghindari dari defisit anggaran.
“Kekhawatiran pemilu Prancis tersebut akan membawa sentimen risk off bagi mata uang euro dan pasar akan melirik dolar AS sebagai safe haven. Pemilihan umum dijadwalkan berlangsung awal pekan depan,” ungkap Alwi.
Baca Juga: Dedolarisasi BRICS Belum Efektif, Dolar AS Tetap Jadi Primadona
Dari domestik, Alwi menyebutkan, pergerakan nilai tukar rupiah pekan depan akan dipengaruhi rilis data inflasi Indonesia di awal pekan. Serta, data statistik cadangan devisa di akhir pekan depan yang diperkirakan tetap positif.
Josua menambahkan, pekan depan terdapat rilis beberapa data ekonomi seperti indeks manufaktur Tiongkok, Eropa, UK dan US. Selain itu, rilis inflasi Eropa dan diikuti oleh rilis data ekonomi AS yang penting antara lain: jobless claim, factory order, durable goods order dan data tenaga kerja bulan Juni seperti NFP AS dan tingkat pengangguran.
Menurut Josua, USD/IDR kemungkinan akan bergerak dalam kisaran Rp16.325 per dolar AS -Rp16.450 selama perdagangan pekan depan. Sedangkan, Alwi memperkirakan rupiah akan bergerak cenderung menguat dalam rentang Rp16.180 per dolar AS – Rp16.517 per dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News