Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rupiah menguat di akhir perdagangan pekan, Jumat (24/1). Nilai tukar rupiah terapresiasi sentimen Trump yang bertindak kurang agresif seperti perkiraan.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mencermati, rupiah menguat cukup signifikan di akhir pekan ini didukung pernyataan Donald Trump dalam World Economic Forum. Dalam forum tersebut, Trump memberikan sinyal bahwa pihaknya pada dasarnya cenderung tidak ingin mengenakan tarif kepada China.
"Pernyataan Trump itu memberikan optimisme bahwa kebijakan Tarif dari Donald Trump tidak akan terlalu agresif," kata Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (24/1).
Sentimen risk-on pun mengemuka di pasar Asia yang mendorong apresiasi dari semua nilai tukar di Asia, termasuk rupiah. Alhasil, rupiah mampu menguat 0,66% ke level Rp 16.173 per dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan Jumat (24/1).
Baca Juga: Rupiah Menguat Pekan Ini Didorong Sikap Donald Trump yang Lebih Lunak
Penguatan rupiah di akhir pekan ini sukses melanjutkan tren positif dari awal pekan. Josua menilai, rupiah cenderung menguat pekan ini berkat sentimen revisi PP Devisa Hasil Ekspor (DHE). Dari eksternal, rupiah didukung sinyal kebijakan Trump yang lebih moderat dibandingkan perkiraan.
Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuabi turut mengamati bahwa penguatan rupiah dipengaruhi pidato Donald Trump dalam Forum Ekonomi Dunia di Swiss pada hari Kamis (23/1). Indeks dolar melemah usai Trump akan menuntut OPEC+ untuk turunkan biaya minyak mentah, serta mendesak bank sentral global untuk memangkas suku bunga.
Trump juga meminta pemerintah Arab Saudi untuk meningkatkan paket investasi AS menjadi US$ 1 triliun, naik dari US$ 600 miliar. Selain itu, Trump telah mengumumkan keadaan darurat energi nasional, mencabut pembatasan lingkungan pada infrastruktur energi sebagai bagian dari rencana besar-besaran untuk memaksimalkan produksi minyak dan gas dalam negeri.
Pada hari Rabu, Trump berjanji untuk memukul Uni Eropa dengan tarif dan mengenakan tarif 25% terhadap Kanada dan Meksiko, dan mengatakan pemerintahannya sedang mempertimbangkan bea masuk hukuman 10% terhadap Tiongkok.
Baca Juga: BI Buka Peluang Kembali Turunkan Suku Bunga, Ini Pertimbangannya
Meski ada prediksi tarif baru Trump kemungkinan baru ditetapkan bulan Februari, kehati-hatian akan tetap ada di pasar. Hal itu karena setiap pembatasan perdagangan baru akan membawa implikasi negatif bagi pertumbuhan global, yang berpotensi mengangkat dolar kembali digdaya.
Di samping itu, Bank of Japan (BoJ) telah mengerek suku bunga 25 bps seperti harapan pasar. BoJ memperkirakan inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih lambat di tahun-tahun mendatang.
"BoJ juga memperingatkan bahwa mereka akan menaikkan suku bunga lebih lanjut jika perkiraan ekonominya terpenuhi, menawarkan salah satu sinyal paling jelas tentang kenaikan suku bunga lebih lanjut," sebut Ibrahim dalam riset, Jumat (24/1).
Menurut Ibrahim, tren positif kemungkinan masih berlanjut di perdagangan pekan depan. Di perdagangan Kamis, (30/1), rupiah mungkin ditutup menguat di rentang Rp 16.110 per dolar AS–Rp 16.180 per dolar AS.
Sementara itu, Josua memperkirakan rupiah bergerak di kisaran Rp 16.125 per dolar AS–Rp 16.275 per dolar AS. Pergerakan rupiah akan dipengaruhi sinyal dari rapat FOMC yang diumumkan pada Kamis dini hari waktu Indonesia.
Selanjutnya: Saran Warren Buffett: Pertimbangkan Dua Hal Ini Sebelum Beli Saham
Menarik Dibaca: Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (25/1): Dari Berawan hingga Diguyur Hujan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News