Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah anjlok dalam sepekan. Faktor pemberat nilai tukar rupiah terutama berasal dari dalam negeri, termasuk rencana pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Jakarta mulai Senin, 14 September 2020.
Pada perdagangan Jumat (11/9), kurs rupiah spot melemah 0,24% ke level Rp 14.890 per dolar Amerika Serikat (AS) dari penutupan sebelumnya. Dalam sepekan, pelemahan rupiah mencapai 0,95% dari Rp 14.750 per dolar AS pada akhir pekan lalu.
Sedangkan berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau Jisdor, rupiah hari ini melemah 0,73% ke Rp 14.979 per dolar AS. Dalam sepekan, kurs Jisdor melorot 1,26% dari penutupan perdagangan pekan lalu.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuabi mengatakan, pergerakan rupiah dalam sepekan terakhir memang mencatatkan pelemahan. Faktor domestik dan global sama-sama memberikan pengaruh terhadap pergerakan nilai tukar rupiah sepekan. "Pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies tentang PSBB mendominasi pelemahan rupiah sepekan ini," kata Ibrahim kepada Kontan.co.id, Jumat (11/9).
Baca Juga: Rupiah melemah 0,23% ke Rp 14.890 per dolar AS pada akhir perdagangan Jumat (11/9)
Pasar merespons negatif pernyataan Anies dan memberikan efek kejut. Menurut dia, kebijakan PSBB sangat bertentangan dengan semangat reformasi ekonomi yang saat ini sedang di dengungkan pemerintah dan Bank Indonesia (BI).
Di sisi lain, Ibrahim mengungkapkan sentimen eksternal terkait potensi kesepakatan antara Brexit dengan Uni Eropa (UE) kemungkinan berjalan alot, bahkan berpotensi tanpa kesepakatan. Ditambah lagi, Uni Eropa mengancam akan melakukan tindakan hukum terhadap Inggris, jika melanggar perjanjian perceraian Brexit.
Namun desakan Inggris untuk melanjutkan rancangan undang-undang yang berpotensi melanggar hukum internasional cenderung masih terbatas. "Kondisi tersebut berpotensi mendorong rupiah masih melemah sepekan ke depan," ujar Ibrahim.
Baca Juga: IHSG naik 2,56% ke 5.016 pada Jumat (11/9), jual bersih asing capai Rp 2,26 triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News