Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah menjadi salah satu tantangan sektor properti tahun ini. Pasalnya, semakin melemahnya otot rupiah akan mempengaruhi penyelesaian kontrak-kontrak yang telah diperoleh ketika nilai tukar belum terpuruk saat ini.
Di pasar spot, Kamis (3/9) posisi rupiah melorot 0,24% terhadap USD ke level Rp 14.170 dibanding hari sebelumnya. Namun, dua emiten konstruksi BUMN PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) mengklaim pelemahan nilai tukar tidak akan berdampak signifikan terhadap kinerja perseroan.
Agus S Kana, Sekretaris Perusahaan PTPP mengatakan pelemahan nilai tukar tidak menjadi permasalahan yang besar bagi perseroan. Pasalnya, bahan konstruksi atau material berbasis impor yang digunakan emiten konstruksi tidak besar. " Impor itu hanya 5% dari total komponen yang kita pakai," ungkap Agus pada KONTAN, Rabu (3/9).
Selain itu, perseroan juga langsung mengikat kontrak-kontrak yang sudah diperoleh dengan subkontraktor strategis. Oleh karena itu pelemahan nilai tukar hingga di atas 14.000 belum berpengaruh signifikan terhadap biaya pengerjaan proyek.
Agus optimis penyelesaian kontrak-kontrak baru yang telah diperoleh akan sesuai dengan target sehingga peroleh laba bersih tahun ini masih akan sesuai ekspektasi.
Menurutnya, pengaruh pelemahan nilai tukar akan terjadi pada kontrak-kontrak baru nantinya yang akan dibidik perseroan. "Untuk antisipasi nilai tukar ini maka penawaran untuk kontrak baru nantinya akan lebih tinggi," jelas Agus.
Senada, Ki Syahgolang, Sekretaris Perusahaan ADHI mengatakan pelemahan rupiah tidak berdampak signifikan terhadap biaya konstruksi yang akan dikeluarkan perseroan. Sebab komponen impor untuk dalam material dan bahan konstruksi yang digunakan perseroan tak lebih dari 5%.
Oleh karena itu, Kiki mengklaim pengerjaan kontrak-kontrak baru akan berjalan sesuai dengan target awal. "Tidak akan terunda," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News