Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi eksternal masih menyetir pergerakan rupiah pada awal pekan ini. Ekspektasi kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) dalam pertemuan Federal Open Market Commitee (FOMC) pada 22 Maret mendatang, mendorong dollar AS unggul di hadapan rupiah.
Mengutip Bloomberg, Senin (5/3), nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup melemah 0,04% ke level Rp 13.762 per dollar AS. Sedangkan kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat valuasi rupiah menguat tipis 0,04% ke level Rp 13.740 per dollar AS.
David Sumual, ekonom PT Bank Central Asia Tbk menilai, sebenarnya ada yang aneh dari pergerakan mata uang Garuda di awal pekan ini. Sentimen yang cukup bervasiasi tak cukup kuat menahan kejatuhan rupiah. Padahal, seharusnya masih ada beberapa sentimen positif.
“Sikap China yang cukup optimistis menetapkan target pertumbuhan di level 6,5% seharusnya mampu memberi sentimen positif bagi mata uang negara berkembang,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin.
Selain itu, keputusan Presiden AS Donald Trump terkait pemberlakuan bea impor terhadap baja dan aluminium China seharusnya melemahkan greenback. Kata David, kalau hal itu diterapkan maka pada akhirnya ekonomi AS yang akan dirugikan.
Ditambah lagi seharusnya data ekonomi dalam negeri yang cukup positif bisa menguatkan posisi rupiah. Data cadangan devisa bulan Februari diperkirakan naik. Kemudian surat utang global berdenominasi rupiah juga telah masuk dalam indeks pendapatan tetap di Bloomberg Barclays.
“Ini kan harusnya berpotensi membawa dana asing masuk,” terang David.
Nizar Hilmy, analis PT Global Kapital Investama Berjangka mengatakan, saat ini, rupiah tengah berada dalam tren pelemahan. Mata uang Garuda masih berada di level terendah dua tahun terakhir. “Rupiah pada dasarnya masih tertekan rencana kenaikan suku bunga The Fed,” imbuhnya.
Menurut Nizar, sampai sekarang masih belum ada perubahan arah pergerakan rupiah. Kalau di akhir tahun hingga awal tahun rupiah tengah dalam tren penguatan, maka inilah saatnya rupiah melemah. Hanya saja koreksinya jauh lebih dalam dari yang sebelum-sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News