Reporter: Namira Daufina | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Posisi rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat terus tertekan sepanjang pekan ini. Keputusan Bank Indonesia untuk menurunkan tingkat suku bunga sebesar 25 basis poin ternyata memberikan dampak besar bahkan hingga penutupan pasar di penghujung pekan.
Di pasar spot, Jumat (20/2) pasangan USD/IDR turun 0,04% ke level Rp 12.826 dibanding penutupan hari sebelumnya dan dalam sepekan terakhir turun 0,2%. Begitu pun kurs tengah Bank Indonesia menunjukkan penurunan rupiah sebesar 0,35% di level Rp 12.849 dan dalam sepekan terakhir merosot 0,6%.
Ekonom Bank Sentral Asia (BCA) David Sumual mengatakan, sejak keputusan Bank Indonesia untuk menurunkan tingkat suku bunga menjadi 7,5%, pelemahan rupiah terus berlanjut. Pemangkasan yang dilakukan pada Selasa (17/2) lalu memberikan tekanan besar hingga saat ini.
Sisi lain, USD juga masih perkasa. Walaupun notulen rapat FOMC pada Kamis (19/2) menyatakan bahwa kenaikan suku bunga belum akan dilakukan dalam waktu dekat, toh keperkasaan dollar AS masih terjaga.
“Sepekan ke depan masih akan terjadi pelemahan tipis pada rupiah,” kata David. Dugaan ini jika melihat pada keadaan pasar global. Sebut saja hasil pertemuan Eropa menyetujui adanya perpanjangan pinjaman terhadap Yunani, pelaku pasar akan tetap memilih lari ke USD. Ini kemudian kembali menekan rupiah.
Begitu pun pada pekan depan akan ada rilis data manufaktur China, Amerika Serikat dan Jepang yang akan mempengaruhi pergerakan mata uang dunia. “Jika hasilnya bagus, USD akan terus melanjutkan penguatannya,” jelas David.
David juga mengingatkan bahwa pergerakan harga minyak akan menjadi faktor tambahan bagi pergerakan harga rupiah. Tekanan terhadap harga minyak juga berarti tekanan terhadap rupiah. Sehingga David menduga rupiah akan bergulir di kisaran Rp 12.800 – 12.900 sepekan mendatang.
Senada, Ariston Tjendra, Head of Research and Analyst PT Monex Investindo Futures juga menyampaikan bahwa keputusan Bank Indonesia yang diluar bayangan pasar menjadi awal tertekannya rupiah di pekan ini. “Setelah itu keadaan semakin sulit bagi rupiah hingga akhirnya ditutup melemah di akhir pekan,” jelasnya.
Posisi rupiah yang tidak bagus mengalami tekanan tambahan ketika gejolak Yunani dan Eropa semakin bertambah. Tenggat waktu pinjaman Yunani yang semakin dekat membuat Yunani mengajukan proposal perpanjangan batas pinjaman hingga enam bulan mendatang. “Yang mana baru dilakukan pembahasan oleh European Central Bank pada Jumat (20/2),” papar Ariston.
Melihat sepekan ke depan, menurut Ariston, sentimen di pasar belum akan mengalami perubahan yang signifikan. “Rupiah sepanjang pekan mendatang masih akan terus koreksi,” kata Ariston. Ini karena masih sulit bagi rupiah untuk bergerak di bawah level Rp 12.720.
Penguatan tipis rupiah bisa saja terjadi jika kata sepakat antara Eropa dan Yunani tercapai. Namun itu hanya akan bertahan sementara sebelum akhirnya rupiah kembali tersungkur. Apalagi jika The Fed lewat Yellen pada Selasa (24/2) akan memberikan pernyataan yang memperkuat potensi percepatan kenaikan suku bunga AS.
“Keputusan BI untuk nurunin suku bunga akan terus menjadi dampak utama melemahnya pergerakan rupiah hingga pekan depan,” tambah Ariston. Tekanan pemangkasan suku bunga baru akan mereda ketika awal Maret mendatang rilis data ekonomi Indonesia positif. Sehingga Ariston menduga sepekan ke depan rupiah akan bergerak di kisaran support Rp 12.720 dan resistance Rp 12.900.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News