Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rupiah diperkirakan bergerak datar di perdagangan Senin (30/12). Pergerakan rupiah masih akan dipengaruhi narasi suku bunga tinggi di tengah minimnya rilis data ekonomi penting.
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong melihat, rupiah di awal perdagangan pekan depan kemungkinan masih akan terkoreksi. Hal itu karena ancaman suku bunga tinggi bank sentral AS masih membayangi.
Dolar AS didukung oleh divergensi suku bunga kebijakan bank-bank sentral utama dunia dengan The Fed. Di samping itu, kekhawatiran mendekati perubahan pemerintahan Amerika menjadi pendorong dolar AS.
Menurut Lukman, pergerakan rupiah di awal pekan depan bakal datar karena minim data ekonomi penting, baik dari domestik ataupun luar negeri. Investor mungkin mengantisipasi data inflasi Indonesia di awal bulan Januari yang diperkirakan stabil. Dari eksternal, data manufaktur AS dan China akan menjadi perhatian.
Baca Juga: Cek Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Senin (30/12)
‘’Rupiah di hari senin kecenderungannya melemah terbatas,’’ ungkap Lukman kepada Kontan.co.id, Jumat (27/12).
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mencermati, dolar AS tetap kuat karena didorong oleh sikap agresif Federal Reserve terkait suku bunga hingga tahun 2025. Selain itu, kekhawatiran atas ekspektasi inflasi yang lebih tinggi, serta kinerja ekonomi yang kuat di bawah pemerintahan Donald Trump telah mendukung dolar AS.
Di pasar Asia, inflasi indeks harga konsumen ibu kota Jepang tumbuh lebih dari yang diharapkan pada bulan Desember, menjaga peluang kenaikan suku bunga jangka pendek oleh Bank of Japan (BoJ). Sedangkan, pemakzulan Perdana Menteri Han Duck-soo telah memperdalam krisis di Korea Selatan, menempatkan demokrasi negara itu dalam ketidakpastian dan menimbulkan kekhawatiran dari para sekutu.
Sementara itu, lanjut Ibrahim, Pemerintah Tiongkok telah memutuskan untuk menerbitkan obligasi pemerintah khusus senilai 3 triliun yuan atau setara US$411 miliar. Ini merupakan upaya fiskal yang intensif untuk merangsang ekonomi yang sedang berjuang.
Dari pasar domestik, rupiah terbebani anjloknya daya beli masyarakat yang berimbas pada perlambatan ekonomi. Dari sisi level konsumsi rumah tangga saja, selama tiga kuartal terakhir tahun ini hanya mampu bertumbuh di bawah 5%.
‘’Pertumbuhan ekonomi dan konsumsi dari yang sebelumnya di atas 5% menjadi di bawah 5% itu sebenarnya tanda yang jelas bahwa ada potensi pelemahan daya beli,’’ ujar Ibrahim dalam risetnya, Jumat (27/12).
Baca Juga: Emiten Prajogo Pangestu Barito Pacific (BRPT) Tarik Pinjaman Rp 700 Miliar
Dengan berbagai faktor tersebut, Ibrahim memperkirakan rupiah kemungkinan ditutup melemah di rentang Rp 16.220 - Rp.16.300 per dolar AS pada Senin (30/12). Sedangkan, Lukman memproyeksi rupiah akan melemah terbatas di rentang Rp 16.150-16.250 per dolar AS.
Mengutip Bloomberg, Jumat (27/12), rupiah ditutup di level Rp 16.235 per dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah spot tercatat turun 0,08% dalam sepekan dan koreksi 0,28% secara harian.
Sementara itu, Rupiah di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) ditutup pada level Rp 16.251 per dolar AS. Rupiah Jisdor terpantau naik 0,12% secara mingguan, namun turun 0,26% secara harian.
Selanjutnya: Menakar Hilirisasi Bauksit yang Pembangunannya Jauh Lebih Lambat dari Nikel
Menarik Dibaca: Ini Daftar Perlengkapan Bayi Baru Lahir Anti Mubazir, Bisa jadi Kado lo
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News