Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rupiah diproyeksi masih akan berada di bawah tekanan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (18/11). Solidnya data tenaga kerja AS dikombinasikan dengan kekhawatiran kebijakan Trump membayangi pelemahan mata uang garuda.
Pengamat Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong memperkirakan, rupiah akan berkonsolidasi dengan kecenderungan melemah terbatas di perdagangan besok Senin (18/11). Hal itu karena mempertimbangkan data penjualan ritel Amerika yang lebih kuat dari perkiraan.
Menurut data dari Bureau of Labor Statistics (BLS), penjualan Ritel AS tercatat naik 0,4% Month on Month (MoM). Ini mengalahkan estimasi pasar sebesar 0,3%, tetapi di bawah revisi bulan sebelumnya 0,8%.
Di sisi lain, lanjut Lukman, investor masih mengantisipasi kebijakan Trump yang mungkin bakal menguatkan dolar AS. Data ekonomi penting dari dalam maupun luar negeri juga sepi, sehingga investor cenderung bakal wait and see.
Baca Juga: Bisa Menguat Terbatas, Cek Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Senin (18/11)
‘’Sentimen Rupiah masih akan didominasi seputar kekhawatiran kebijakan tarif Trump,’’ kata Lukman kepada Kontan.co.id, Minggu (17/11).
Lukman menjelaskan bahwa Rupiah melemah di sepanjang pekan ini tidak terlepas dari sentimen kebijakan tarif Trump, serta beberapa data ekonomi AS yang lebih kuat. Pernyataan hawkish dari ketua Federal Reserve, Jerome Powell, turut menekan rupiah.
Dukungan bagi Rupiah datang dari ekonomi China yang lebih kuat. Selain itu, ekspor dan impor Indonesia masih tinggi mendukung Rupiah, walaupun surplus neraca perdagangan lebih rendah dari perkiraan.
Kendati demikian, Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi mengatakan, penjualan ritel Tiongkok yang tumbuh jauh lebih besar dari yang diharapkan dan surplus neraca perdagangan bertahan selama 54 bulan berturut-turut itu belum mampu menahan ketangguhan dolar AS.
Di perdagangan akhir pekan, Jumat (15/11), dolar AS melonjak ke level tertinggi dalam satu tahun di tengah meningkatnya ketidakpastian atas prospek suku bunga jangka pendek. Pelaku pasar juga tidak yakin atas prospek suku bunga di bawah Trump.
Komentar dari pejabat Federal Reserve menunjukkan bahwa bank sentral AS akan lebih berhati-hati dalam memangkas suku bunga lebih lanjut. Jerome Powell mengatakan, ketahanan ekonomi AS berarti bank sentral perlu waktu untuk memangkas suku bunga lebih lanjut.
‘’Komentarnya (Powell) membuat para pedagang mengurangi ekspektasi untuk pemangkasan suku bunga Desember,’’ tutur Ibrahim dalam risetnya, Jumat (15/11).
Dengan kondisi pasar diliputi sentimen suku bunga tinggi masih akan bertahan, Ibrahim memperkirakan mata uang rupiah akan ditutup melemah di rentang Rp 15.860 - Rp.15.940 per dolar AS pada Senin (18/11). Sedangkan, Lukman memproyeksi rupiah melemah terbatas di rentang Rp 15.800 – Rp 15.950 per dolar AS.
Mengutip Blomberg, Jumat (15/11), rupiah ditutup pada posisi Rp 15.874 per dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah tercatat melemah sekitar 0,07% secara harian dan sekitar 1,29% secara mingguan.
Kurs Rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) pun terpantau ikut melemah yang ditutup pada posisi Rp 15.873 per dolar AS, Jumat (15/11). Rupiah Jisdor terkoreksi sekitar 0,09% dari posisi kemarin, dan melemah 1,38% dalam sepekan terakhir.
Baca Juga: Arus Modal Asing Hengkang Rp 7,42 Triliun dari Pasar Keuangan Indonesia
Selanjutnya: BYOND by BSI Raih Respon Positif Pasar
Menarik Dibaca: Metode Kakeibo Bisa Bantu Hemat Pengeluaran Loh, Ini Cara Lakukannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News