Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah ditutup menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada hari ini, Rabu (14/12). Penguatan nilai tukar rupiah diperkirakan masih akan berlanjut pada perdagangan besok, Kamis (15/12).
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, melambatnya data inflasi AS pada bulan November memicu pelemahan kurs dolar AS. Inflasi bulanan AS sebesar 0,1% pada November 2022, lebih rendah dari periode sebelumnya sebesar 0,4% dan juga lebih rendah dari perkiraan 0,3%.
Secara tahunan, inflasi AS sebesar 7,1% bulan lalu yang merupakan inflasi tahunan terendah di tahun 2022. Inflasi tahunan pada November lebih rendah dari periode sebelumnya, 7,7% dan lebih rendah dari ekspektasi sebesar 7,3%. Sementara itu, inflasi inti AS juga melambat menjadi 6,0% dari sebelumnya 6,3%.
Josua bilang, inflasi yang lebih lambat didorong oleh inflasi inti mencerminkan bahwa permintaan konsumen semakin melemah pada bulan lalu.
"Investor melihatnya sebagai penegasan bahwa Fed mulai mengurangi kenaikan suku bunga di masa depan," ujar Josua kepada Kontan.co.id, Rabu (14/12).
Baca Juga: Berotot, Rupiah Jisdor Menguat ke Rp 15.619 Per Dolar AS Pada Rabu (14/12)
Rilis data inflasi tersebut kemudian membawa dolar AS dan yield US Treasury turun. Indeks dolar AS turun 1,09% menjadi 103,98. Sementara yield US Treasury turun 11 bps menjadi 3,50%.
Sentimen pelemahan dolar AS berlanjut hingga perdagangan Asia hari ini, termasuk memberikan kesempatan bagi rupiah untuk berbalik menguat.
Meskipun demikian, lanjut Josua, penguatan rupiah masih terbatas karena pelaku pasar menantikan keputusan Fed. Investor utamanya menunggu arah suku bunga Fed di tahun 2023 pada rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan diumumkan nanti malam.
Baca Juga: Bertenaga, Rupiah Spot Ditutup Menguat ke Rp 15.593 Per Dolar AS Hari Ini (14/12)
Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin menjelaskan bahwa pelaku pasar akan mencermati pernyataan ketua The Fed Jerome Powell perihal proyeksi suku bunga ke depan. Jika sikap The Fed dovish, maka hal itu bisa menenggelamkan dolar AS dan rupiah esok akan bergerak positif.
Nanang meyakini bahwa kemungkinan besar The Fed bakal menaikkan suku bunga lebih lamban ke level 4,50%. Hal tersebut karena menilai rilis data inflasi yang lebih terkendali.
Dari situ, perlambatan kenaikan suku bunga The Fed akan memberi dorongan bagi pelaku pasar luar negeri untuk kembali memburu imbal hasil obligasi dalam negeri. Hal ini bisa menarik masuknya dana asing (inflow) dan berdampak pada penguatan rupiah.
"Sentimen hasil keputusan suku bunga Fed dan juga pidato Powell akan membayangi perdagangan esok," imbuh Nanang kepada Kontan.co.id, Rabu (14/12).
Baca Juga: Indeks Sektor Keuangan Mulai Naik, Intip Saham Pilihan Berikut
Nanang menambahkan, banyak sentimen yang bakal mempengaruhi pergerakan rupiah esok. Pergerakan rupiah pada Kamis (15/12) tidak terlepas juga dari data internal seperti laporan neraca perdagangan di November yang diperkirakan akan bergerak defisit ke US$ 4,26 miliar dari sebelumnya US$ 5,67 miliar. Selain itu ada data pertumbuhan ekspor yang juga turun selama November ke 9,5% dari 12,3%. Serta impor pun turun 7% dari 17,44%.
Perlu dicermati juga bahwa ada tiga agenda penting dari bank utama dunia seperti Bank Sentral Swiss, Inggris dan Eropa. Ketiga bank tersebut diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 50 bps.
Nanang memperkirakan rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 15.500 per dolar AS-Rp 15.630 per dolar AS. Sedangkan, Josua memprediksikan rupiah bakal berada di kisaran Rp 15.550 per dolar AS-Rp 15.650 per dolar AS pada perdagangan esok.
Hari ini, posisi rupiah Jisdor berada di level Rp 15.619 per dolar AS atau menguat 0,27% dibanding hari sebelumnya. Sejalan, rupiah spot ditutup menguat 0,41% ke Rp 15.593 per dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News