Reporter: Dimas Andi | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah diperkirakan masih mampu berada di kisaran Rp 13.300—Rp 13.500 per dollar Amerika Serikat pada akhir tahun ini. Hal tersebut dengan catatan, fundamental ekonomi dalam negeri tetap terjaga.
Damhuri Nasution, Head of Economic Research and Senior Econometrician Danareksa Sekuritas menjelaskan, pada dasarnya sulit bagi rupiah untuk terhindar dari volatilitas yang tinggi akibat sentimen dari luar negeri.
Namun, peluang penguatan rupiah selalu terbuka. Salah satu caranya adalah pemerintah perlu menjaga tingkat inflasi tetap berada di level yang sesuai target agar posisi rupiah tetap aman.
Ia beralasan, ketika inflasi naik, besar kemungkinan suku bunga acuan Indonesia akan naik. Hal itu menjadi sinyal perlambatan ekonomi nasional sehingga memicu keluarnya dana asing dari pasar saham dan obligasi Indonesia. “Ujung-ujungnya rupiah juga akan melemah,” katanya ketika ditemui KONTAN, Kamis (22/3).
Di samping itu, neraca perdagangan Indonesia juga diharapkan surplus agar rupiah memiliki tameng yang kuat untuk menghadapi berbagai tekanan eksternal.
Memang, neraca perdagangan Indonesia untuk bulan Februari masih mengalami defisit sebesar US$ 870 juta. Kendati begitu, potensi perbaikan ekonomi Indonesia maupun global dapat memicu surplusnya neraca dagang. “Perbaikan ekonomi dunia harusnya membuat jumlah ekspor meningkat sehingga baik untuk neraca dagang Indonesia,” ungkap Damhuri.
Ia pun menambahkan, adanya agenda Pilkada diyakini tidak akan terlalu mempengaruhi arus investasi investor di pasar saham ataupun obligasi. Alhasil, pergerakan rupiah pun juga diperkirakan tidak akan terganggu oleh ajang politik tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News