Reporter: Nadya Zahira | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kurs rupiah masuk zona penguatan di kisaran Rp 16.100 per dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (12/7), kurs rupiah spot menguat 0,36% ke level Rp 16.137 per dolar AS. Dalam sepekan, rupiah spot menguat Rp 140 atau 0,87%.
Sedangkan kurs rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) menguat 0,28% pada perdagangan kemarin ke Rp 16.154 per dolar AS. Dalam sepekan, kurs rupiah Jisdor menguat 0,96%.
Analis Pasar Mata Uang, Lukman Leong mengatakan bahwa rupiah dalam sepekan ini menguat didukung oleh data-data ekonomi domestik dan China yang lebih kuat.
“Sebaliknya, pelemahan dolar AS disebabkan oleh data-data ekonomi AS yg lebih lemah serta pernyataan dovish dari Powell,” kata Lukman kepada Kontan.co.id, Jumat (12/7).
Baca Juga: Harga Emas Antam Sentuh Rekor Tertinggi, Semester II-2024 Diramal akan Terus Menguat
Lukman memprediksi, rupiah masih berpotensi melanjutkan penguatan pada perdagangan Senin (14/7). Selain itu, investor juga menantikan data pertumbuhan ekonomi China dan data perdagangan Indonesia pada hari Senin mendatang.
Lukman pun memproyeksi, rupiah akan kembali menguat dan berada di sekitar Rp 16.050 per dolar AS-Rp 16.200 per dolar AS, pada perdagangan Senin (14/7).
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mencermati, penguatan rupiah dipengaruhi oleh pelemahan dolar AS terhadap mata uang utama. Indeks dolar (DXY) melemah 0,36% sepekan dan sudah berada di bawa level 105.
Josua menjelaskan bahwa pelemahan dolar indeks tersebut didorong oleh faktor rilis data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan, serta respons intervensi pemerintah Jepang terhadap mata uang yen.
Baca Juga: Sita Uang Ratusan Juta, KPK Geledah 6 Lokasi Dalam Suap Dana Hibah Pemprov Jatim
Indeks Harga Konsumen (IHK) AS pada Juni 2024 mencatat deflasi 0,1% Month of Month (MoM), lebih rendah dibandingkan ekspektasi konsensus yang memperkirakan inflasi sebesar 0,1% MoM. Perubahan IHK bulanan juga lebih rendah dibandingkan IHK Mei 2024 yang tercatat 0,0% Mom.
Josua juga menyebutkan bahwa deflasi pada Juni 2024, merupakan deflasi pertama sejak tahun 2020. Secara tahunan, inflasi AS turun menjadi 3,0% YoY, di bawah perkiraan sebesar 3,1% YoY dan lebih rendah dari inflasi tahunan pada bulan Mei 2024 sebesar 3,3% YoY. Inflasi inti juga tercatat menurun menjadi 3,3% YoY dari 3,4% YoY.
“Data IHK yang lebih rendah dari perkiraan menunjukkan perkembangan disinflasi yang konsisten di AS, meningkatkan kemungkinan penurunan suku bunga pada Sep 2024, sehingga semakin mendorong sentimen risk-on di pasar,” kata Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (12/7).
Baca Juga: Menguat Sepekan Terakhir, Simak Prospek IHSG Pekan Depan
Menurut dia, investor terus mempertahankan ekspektasi mereka mengenai dua kali penurunan suku bunga kebijakan pada tahun 2024. Selain rilis data inflasi AS, Yen Jepang juga menguat terhadap dolar AS pasca laporan mengenai intervensi pemerintah Jepang terhadap Yen Jepang.
Josua memperkirakan, pada pekan depan, pelaku pasar akan mencermati rilis beberapa data ekonomi seperti Produk Domestik Bruto (PDB) China kuartal II-2024, neraca perdagangan Indonesia dan Keputusan Rapat Dewan Gunernur (RDG) Bank Indonesia (BI), retail sales AS, inflasi Eropa dan rapat Bank Sentral Eropa (ECB).
“Neraca perdagangan bulan Juni 2024 diperkirakan surplus US$ 4,05 miliar dari bulan sebelumnya yang surplus hanya US$ 2,93 miliar,” imbuhnya.
Josua memperkirakan, BI akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan BI rate di level 6,25% pada RDG bulan Juli ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News