Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah tercatat melemah sejak awal tahun. Di pasar spot, saat ini rupiah berada di Rp 14.366 per dolar Amerika Serikat (AS) atau telah melemah 0.27% dari posisi akhir tahun 2021.
Padahal, aliran dana investor asing terpantau mengalir cukup deras masuk ke pasar modal Indonesia. Merujuk data RTI, secara year to date, investor asing telah mencatat net buy sebesar Rp 20,32 triliun di pasar saham.
Aliran dana investor asing juga mengalir ke pasar obligasi. Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko Kementerian Keuangan, kepemilikan asing di pasar SBN mencapai Rp 901,7 triliun per 18 Februari. Jumlah ini tercatat bertambah Rp 8,1 triliun.
Baca Juga: IHSG Turun dari Level Tertinggi, Ini Prediksi Untuk Esok
Ekonom Sucor Sekuritas Ahmad Mikail menjelaskan, salah satu faktor yang membuat rupiah masih melemah meskipun adanya aliran dana asing karena current account Indonesia yang saat ini masih defisit. Terlebih, walaupun neraca perdagangan bisa surplus pada Januari, secara bulanan jumlahnya turun.
“Jadi, net buy investor asing ini pada akhirnya menutup defisit yang terjadi tadi. Alhasil rupiah sulit menguat walaupun ada aliran dana dari investor asing,” kata Ahmad kepada Kontan.co.id, Selasa (22/2).
Ahmad meyakini, cukup sulit bagi rupiah untuk keluar dari tekanan saat ini. Terlebih lagi, dengan tapering yang akan berakhir di Maret dan kenaikan suku bunga acuan AS sudah semakin dekat. Selain itu, pada periode Maret, juga merupakan musim pembagian dividen yang secara historis memberikan tekanan untuk nilai tukar rupiah.
Baca Juga: Rupiah Kembali Melemah Akibat Tensi Rusia-Ukraina yang Memanas
Sementara dari sisi fundamental, ia menilai saat ini rupiah sejatinya masih cukup kuat karena dari sisi impor masih relatif rendah karena pemulihan ekonomi yang terhambat varian omicron. Lalu ditopang juga oleh net buy pada investasi portofolio tadi. Namun, sayangnya, terdapat kekhawatiran current account Indonesia yang akan negatif di kuartal pertama 2022.
“Belum lagi potensi kenaikan inflasi yang baru akan dialami Indonesia di saat AS sudah naik duluan inflasinya. Ini berpotensi semakin menekan rupiah ke depannya,” imbuh Ahmad.
Ditambah lagi, Ahmad menyebut konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina bisa memicu harga minyak dunia melambung tinggi. Jika sampai hal tersebut terjadi, Indonesia yang merupakan importir minyak akan membebani rupiah ke depannya.
Oleh karena itu, Ahmad memperkirakan rupiah masih akan berada dalam tren pelemahan ke depan. Proyeksinya, pada akhir semester pertama 2022, rupiah ada di Rp 14.500 per dolar AS. Sementara pada akhir tahun 2022 akan di kisaran Rp 14.800 per dolar AS.
Baca Juga: Inflow Dana Asing di Pasar Modal Tak Mampu Mengangkat Nilai Tukar Rupiah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News