Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aliran dana investor asing terpantau mengalir deras masuk ke pasar modal Indonesia. Merujuk data RTI, secara year to date, investor asing telah mencatat net buy sebesar Rp 20,32 triliun di pasar saham.
Aliran dana investor asing juga mengalir ke pasar obligasi. Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko Kementerian Keuangan, kepemilikan asing di pasar SBN mencapai Rp 901,7 triliun per 18 Februari. Jumlah ini tercatat bertambah sebesar Rp 8,1 triliun.
Kendati begitu, aliran dana investor asing tidak tercermin dari pergerakan rupiah saat ini. Sepanjang year to date, rupiah justru melemah 0,27% ke Rp 14.366 per dolar Amerika Serikat (AS).
Baca Juga: IHSG Melemah ke 6.861 Pada Selasa (22/2), Asing Net Buy 15 Hari Beruntun
Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C Permana mengatakan, rupiah tidak mampu menguat di saat dana asing mengalir deras karena adanya tekanan dari sisi global. Isu seperti risiko kenaikan suku bunga acuan Fed Funds Rate yang masih liar soal seberapa besar kenaikannya, hingga adanya ketegangan geopolitik antara Rusia dengan Ukraina.
“Oleh karena itu, walaupun ada inflow serta data ekonomi Indonesia yang akhir-akhir ini positif, rupiah masih berada dalam tekanan akibat kedua sentimen global tersebut,” kata Fikri kepada Kontan.co.id, Selasa (22/2).
Fikri meyakini, selama inflow asing terus mengalir, rupiah berpotensi bergerak stabil dalam waktu dekat. Tapi, jika aliran dana berhenti dan justru berbalik keluar, Fikri meyakini pelemahannya juga tidak akan signifikan.
Baca Juga: Kompak, Rupiah Jisdor Melamh 0,23% ke Rp 14.362 Per Dolar AS Pada Selasa (22/2)
Dia berkaca dari sikap Bank Indonesia (BI) yang tidak ingin membuat rupiah dalam tekanan volatilitas, sehingga akan ada intervensi guna menjaga pelemahan rupiah tidak tajam ke depannya.
Di satu sisi, fundamental rupiah yang cukup solid akan jadi pondasi yang baik untuk menghadapi ketidakpastian ke depan. Fikri menyebut saat ini data neraca perdagangan Indonesia yang masih cukup positif, neraca pembayaran yang defisitnya masih cukup terbatas, jumlah utang Indonesia yang turun di 2021, serta adanya indikasi pemulihan kepercayaan konsumen bisa menjadi katalis positif untuk rupiah.
Hanya saja, faktor global masih punya peranan yang lebih signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Salah satunya adalah seperti apa sikap The Fed nanti dalam menaikkan suku bunga acuan (lift-off) dan rencana penjualan surat utang yang dikabarkan mencapai sepertiga utang dari AS saat ini.
Baca Juga: Penerimaan Mayoritas Sektor Pajak Tumbuh Merata di Januari 2022
“Jika penjualan surat utang besar-besaran, akan memberatkan pasar dan membuat volatilitas meningkat. Begitupun jika kenaikan Fed Rate secara langsung misalkan 50-75 bps. Tapi, jika kenaikan secara gradual, volatilitas relatif kecil,” imbuh Fikri.
Sementara untuk ketegangan geopolitik antara Rusia-Ukraina, Fikri mengaku cukup sulit untuk memprediksi akan seperti apa perkembangannya. Jika terus memburuk, maka akan menjadi sentimen negatif untuk rupiah, begitupun sebaliknya.
Oleh karena itu, untuk akhir semester pertama 2022, Fikri memperkirakan rupiah akan bergerak pada kisaran Rp 14.200 per dolar AS-Rp 14.500 per dolar AS tergantung oleh dua sentimen tersebut. Sementara untuk akhir tahun, dia memproyeksikan rupiah akan ada di kisaran Rp 14.500 per dolar AS- Rp 14.800 per dolar AS lantaran ada kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga acuan 4-8 kali pada tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News