Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pergerakan mata uang rupiah pada awal pekan bakal dipengaruhi rilis terbaru data tenaga kerja Amerika Serikat (AS). Perkembangan terbaru pasar tenaga kerja AS bakal memandu arah dari suku bunga acuan.
Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong menilai, penguatan rupiah di sepanjang pekan ini murni berkat dorongan dari pelemahan dolar Amerika. Hal itu sejalan dengan serangkaian data ekonomi AS yang lebih lemah seperti ADP Employment Change dan klaim pengangguran.
Mengutip Bloomberg, Rupiah spot ditutup pada posisi Rp 15.660 per dolar AS di perdagangan Jumat (2/2). Rupiah di akhir pekan menguat 1,04% secara mingguan dan menguat 0,55% secara harian.
Baca Juga: Canggih! BI Ramal Pergerakan Rupiah Menggunakan AI
Senada, Rupiah jisdor Bank Indonesia (BI) terpantau menguat terhadap dolar AS yang berada di posisi Rp 15.688 per dolar AS. Rupiah jisdor BI menguat 0,89% secara mingguan dan menguat 0,67% secara harian.
Oleh karena itu, Lukman memperkirakan rupiah kemungkinan dibuka melemah pada hari Senin (5/2). Hal itu menyusul terjadinya rebound pada dolar AS, setelah data tenaga kerja Non Farm Payroll (NFP) Amerika yang jauh lebih kuat dari perkiraan.
“Namun investor juga mengantisipasi data pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia kuartal IV-2023 yang akan dirilis tengah harinya,” imbuh Lukman kepada Kontan.co.id, Minggu (4/2).
Data NFP AS yang dirilis Jumat (2/2), melaporkan perekonomian Amerika menambahkan 353.000 pekerjaan pada bulan Januari 2024. Ini lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan yang direvisi sebesar 333.000 pada bulan Desember, dan jauh di atas perkiraan pasar sebesar 180.000.
Baca Juga: Rupiah Melaju Kencang pada Perdagangan Pekan Ini
Data tersebut merupakan kenaikan lapangan kerja terbesar dalam satu tahun, sehingga menandakan pasar tenaga kerja Amerika masih ketat.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai, data NFP akan memberikan lebih banyak petunjuk mengenai pasar tenaga kerja AS. The Fed juga menyebutkan pelemahan pasar tenaga kerja merupakan salah satu faktor utama yang akan mendorong penurunan suku bunga.
Dia mengamati bahwa dolar AS di akhir pekan melanjutkan pelemahan seiring The Fed mempertahankan suku bunga stabil di level 5,25%-5,5% dan menurunkan ekspektasi penurunan suku bunga pada bulan Maret.
Alat CME Fedwatch menunjukkan para pedagang memperkirakan peluang penurunan suku bunga di bulan Mei lebih dari 60%, dan analis juga memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga setidaknya empat kali lagi, setelah bulan Mei.
Baca Juga: Perkasa, Rupiah Spot Menguat 0,67% ke Rp 15.660 Per Dolar AS Pada Jumat (2/2)
“Meskipun skenario seperti ini menjadi pertanda baik bagi mata uang Asia yang didorong oleh risiko, The Fed belum memberikan indikasi bahwa mereka akan memangkas suku bunga secara besar-besaran pada tahun 2024,” ungkap Ibrahim dalam risetnya, Jumat (2/2).
Dari domestik, Ibrahim melihat, rupiah didukung optimisme Bank Indonesia (BI) yang menyatakan bahwa ekonomi Indonesia menjadi salah satu yang terbaik di dunia pada 2023 dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5%. Hal itu disertai dengan inflasi sebesar 2,61% atau salah satu yang terendah di dunia.
Adapun pada perdagangan Senin (5/2), Ibrahim memperkirakan rupiah kemungkinan bergerak fluktuatif, namun ditutup menguat di rentang Rp15.610 - Rp15.700 per dolar AS. Kalau Lukman memprediksi rupiah akan bergerak dalam rentang harga Rp15.650 – Rp 15.850 per dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News