Reporter: Herry Prasetyo | Editor: A.Herry Prasetyo
JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) memukul kinerja PT Lippo Karawaci Tbk. Hingga akhir September lalu, emiten dengan kode saham LPKR ini harus rela mencetak penurunan laba bersih hingga 93,7%.
Sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini, Lippo Karawaci mencetak laba bersih Rp 66,4 miliar. Pada periode sama tahun lalu, laba bersih Lippo Karawaci sebesar Rp 1,06 triliun. Itu artinya, laba bersih LPKR anjlok hingga 93,7%.
Padahal, pendapatan Lippo Karawaci hingga akhir September lalu meningkat 10% menjadi Rp 6,8 triliun. Prapenjualan alias marketing sales LPKR hingga akhir September lalu mencapai Rp 2,9 triliun atau sekitar 73% dari target tahun 2015 yang telah direvisi sebesar Rp 4 triliun.
Tahun ini, LPKR telah meluncurkan enam proyek baru yang terdiri dari empat proyek di Lippo Cikarang dan dua lainnya di Manado, Sulawesi Utara, dengan tingkat penjualan rata-rata 90% pada hari peluncuran.
Pendapatan berulan LPKR sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini tumbuh 18% secara year on year (yoy) menjadi Rp 4 triliun. Jumlah ini setara dengan 59% dari total pendapatan konsoludasi LPKR.
Divisi kesehatan LPKR masih mencatatkan pertumbuhan kinerja positif. Pendapatan kotor operasional PT Siloam Hospitals International Tbk (SILO) tumbuh 25% menjadi Rp 3 triliun. Sedangkan laba sebelum pajak tumbuh 33% menjadi Rp 412 miliar. Penerimaan pasien rawat inap naik sebesar 28% sementara kunjungan rawat jalan tumbuh sebesar 27%. Laba bersih SILO untuk periode sembilan bulan tahun 2015 sebesar Rp 68 miliar.
Pendapatan untuk divisi bisnis urban development meningkat sebesar 13% yoy menjadi Rp1,9 triliun, terutama ditopang oleh pendapatan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK). Pendapatan LPCK hingga akhir September lalu tumbuh 11% menjadi Rp 1,5 triliun. Untuk LPCK, pendapatan dari divisi perumahan, rumah toko, dan apartemen naik sebesar 127% menjadi Rp842,9 miliar.
Selain itu, pendapatan untuk divisi bisnis large scale integrated menurun sebesar 17% yoy menjadi Rp890 miliar. Penyebabnya, pengakuan pendapatan untuk Kemang Village berdasarkan tingkat penyelesaian konstruksi menurun menjadi Rp229 miliar.
Sementara, pendapatan untuk divisi bisnis manajemen aset tumbuh sebesar 8% yoy menjadi Rp 535 miliar. Pendapatan untuk divisi komersial yang terdiri dari mal ritel dan hotel turun 7% menjadi Rp 440 milia lantaran penurunan pendapatan sewa pasca penjualan Kemang Village Mall.
Meski secara umum pendapatan tumbuh positif, laba bersih LPKR menurun drastis lantaran pelemahan nilai tukar rupiah. Presiden Direktur LPKR Ketut Budi Wijaya, mengatakan, sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini, LPKR mencatatkan kerugian nilai tukar mata uang asing yang belum terealisasi sebesar Rp 786 miliar dengan kurs Rp14.657 per dollar AS. Padahal, tingkat lindung nilai obligasi perusahaan pada berada pada kurs Rp 13.200-13.500 per dollar AS.
Ketut mengatakan, hasil keuangan sembilan bulan pertama tahun ini menunjukkan daya tahan perusahaan. Lippo Karawaci terus berupaya meningkatkan efisiensi biaya dan memperluas pendapatan berulang agar lebih bertahan dalam siklus pasar properti. "Prospek jangka pendek tetap penuh tantangan karena permintaan berkurang dan adanya faktor ketidakpastian di bidang makro ekonomi. Namun, kami percaya prospek jangka panjang pasar properti di Indonesia tetap sangat menarik," ujar Ketut dalam keterangan resmi perusahaan.
Senin (30/11), harga saham LKPR turun 3,75% menjadi Rp 1.285 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News