kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.779   -19,00   -0,12%
  • IDX 7.473   -6,24   -0,08%
  • KOMPAS100 1.155   0,64   0,06%
  • LQ45 915   1,60   0,18%
  • ISSI 226   -0,60   -0,26%
  • IDX30 472   1,43   0,30%
  • IDXHIDIV20 570   2,50   0,44%
  • IDX80 132   0,24   0,18%
  • IDXV30 140   1,26   0,90%
  • IDXQ30 158   0,58   0,37%

Ritel bisa mendapat jatah IPO 5%


Senin, 18 Desember 2017 / 08:17 WIB
Ritel bisa mendapat jatah IPO 5%


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - KUTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) mematangkan aturan tentang batas penjatahan saham untuk investor ritel dalam perhelatan initial public offering (IPO). Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengatakan, investor ritel kemungkinan bisa mendapatkan jatah IPO minimal 5%.

Menurut dia, porsi ini merupakan angka yang cukup ideal. "Namun, jika permintaannya tinggi, porsi untuk ritel bisa naik sampai 30%," ujar Tito, Jumat (15/12).

Ia mengatakan, aturan tentang penjatahan IPO untuk investor ritel merupakan salah satu masukan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).Dengan kata lain, OJK sudah memberikan lampu hijau soal rencana ini. Jika berjalan lancar, aturan penjatahan IPO akan diterbitkan pada kuartal I-2018 mendatang.

Samsul Hidayat, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, menambahkan, selama ini, belum ada aturan mengenai penjatahan pasti (fix allotment) untuk investor institusi dan penjatahan terpusat (pooling allotment) untuk investor ritel. Biasanya, porsi untuk investor institusi lebih banyak diutamakan. Sehingga, investor ritel kerap tak kebagian jatah saham IPO.

Padahal, menurut BEI, dengan orientasi investasi jangka panjang, investor institusi jarang mentransaksikan sahamnya di pasar sekunder. Hal ini membuat perdagangan saham bisa kurang likuid.

BEI juga berharap, aturan ini juga bisa meningkatkan keterlibatan investor ritel. Selain itu, likuditas saham bisa lebih tinggi. "Ini supaya banyak kesempatan bagi ritel untuk memperoleh saham dalam IPO," ujar Samsul.

Menurut Samsul, dengan saham yang lebih terdistribusi, pembentukan harga saham perdana dinilai bisa lebih baik. Selain itu, harga saham akan mencerminkan harga pasar yang sebenarnya.

Tito menambahkan, aturan penjatahan ini dinilai tak akan memberatkan kinerja sekuritas yang menjadi penjamin emisi. "Kalau tidak terserap, masih bisa dijual," ujar dia.

Dampak positif

Analis First Asia Capital David Sutyanto menilai positif rencana tersebut. Sebab, investor ritel memang kerap kali kesulitan memperoleh saham IPO, karena sudah lebih dulu diserap oleh investor institusi. "Emiten memang cenderung melepas saham IPO ke institusi," ujar David.

Tapi aturan ini juga punya dampak lainnya. Biasanya, jika saham IPO banyak diserap investor institusi, harga saham perdana bisa lebih stabil saat debut perdana.

Sementara itu, investor ritel yang cenderung mencari untung dalam jangka pendek, bisa langsung aksi ambil untung di hari pertama perdagangan saham. Hal ini bisa membuat harga saham perdana jatuh di hari pertama. "Biasanya, emiten tidak ingin harga saham IPO jatuh di hari pertama. Tapi memang perlu dilihat dulu aturan pastinya seperti apa," imbuh David.

Henry, salah satu investor ritel, mengatakan, penjatahan saham IPO ini merupakan hal positif. Namun, sebaiknya BEI tidak perlu sampai memperlebar jatah IPO untuk ritel hingga 30%. "Porsi saham ritel 5% cukup bagus, tapi tidak perlu dibuat aturan sampai 30%. Karena nantinya akan berpengaruh terhadap harga saham di BEI," ujar dia.

Pasalnya, semakin besar kepemilikan investor ritel, semakin sulit harga saham di bursa untuk meningkat. Ia juga menyoroti hal penting lainnya yang harus dilakukan BEI, yakni untuk lebih meningkatkan kualitas perusahaan yang akan IPO. "Seharusnya perusahaan yang akan IPO diseleksi lebih ketat, terutama soal valuasi aset perusahaan," ujar Henry.

Sampai akhir tahun ini, ada sekitar 36 perusahaan yang melantai di BEI. Tahun depan, otoritas bursa berharap, perusahaan yang menggelar IPO bisa lebih ramai. Tak cuma badan usaha milik negara (BUMN), perusahaan e-commerce juga dikabarkan mulai melirik penghimpunan dana melalui IPO.

Meski jumlah perusahaan yang menggelar IPO cukup banyak, namun nilai emisi IPO tahun ini tak besar. Dari data BEI, nilai IPO di tahun ini baru sebesar Rp 8,68 triliun, masih lebih rendah ketimbang nilai IPO tahun lalu sebesar Rp 12,11 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×