kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Risiko kontijensi membayangi emiten BUMN, begini penjelasan dan rekomendasi analis


Minggu, 15 September 2019 / 12:21 WIB
Risiko kontijensi membayangi emiten BUMN, begini penjelasan dan rekomendasi analis


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi

Teguh melihat masalah defisit BPJS ini mungkin hanya satu masalah dari defisit-defisit lain yang tidak kelihatan, termasuk pembangunan infrastruktur. Hal ini bisa tercermin dari beban utang emiten pelat merah seperti WSKT yang saat ini rasio utangnya cukup besar yakni di 359,1%.

Menurut Teguh pembangunan infrastruktur di Indonesia selama lima tahun belakangan sangat pesat seakan-akan Indonesia punya uang yang tidak terbatas.

Namun ke depannya Teguh melihat adanya potensi pembangunan mungkin tidak sekencang sebelumnya karena prioritas pemerintah pada periode ini bertambah yakni membangun Sumber Daya Manusia.

Melihat dari masalah ini, Teguh menyarankan kepada investor untuk tetap fokus melihat laporan keuangan dan fundamental emiten.

Baca Juga: Moody's: Beberapa Sentimen Negatif Bakal Menekan Kinerja Emiten Batubara

Teguh lebih mencermati saham konstruksi seperti ADHI karena dalam beberapa waktu belakangan sudah dalam tren turun dan valuasinya sudah murah. Adapun fundamental perusahaannya juga bagus, tercatat labanya tumbuh dan nilai kontrak juga terus naik.

Analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas menambahkan walaupun ada masalah utang yang menumpuk,  pendanaan emiten konstruksi saat ini tidak begitu sulit karena ada sekuritisasi aset yang menjadi pilihan.

“Buktinya permintaan masih ada karena kinerja masih menunjukkan positif,” jelasnya.

Menurut Sukarno saat ini masih ada emiten konstruksi yang masih layak dikoleksi karena kinerjanya juga menunjukkan pertumbuhan laba. Adapun prospek fundamental masih ada peluang perbaikan dengan memanfaatkan program pemerintah terhadap pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Terkait dengan prospek sahamnya, saat ini Sukarno menyarankan investor mencermati saham konstruksi. Sebab dalam jangka menengah saham konstruksi mungkin akan bergerak kondolidasi dan biasanya menjelang akhir tahun akan ada aktivitas window dressing. Artinya pada aktivitas window dressing pergerakan harga saham akan menunjukkan pertumbuhan sampai kuartal I-2020.

Baca Juga: Moody's Pangkas Outlook ISAT Jadi Negatif

Teguh merekomendasikan saham ADHI yang saat ini valuasinya sudah rendah. Teguh bilang Saham ADHI sempat berada di level 2.000 per saham pada 2018, kemudian memasuki 2019 valuasinya mulai turun hingga saat ini berada di level 1.390 per saham.

Sementara Sukarno menyarankan strategi trading buy on weakness untuk saham ADHI sebab harganya sudah overbought dan untuk jangka pendek taking profit dulu.  Untuk saham ADHI valuasi masih di bawah rata-rata atau tergolong murah jadi bisa dibeli di harganya saat ini. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×