Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gelaran lelang Surat Utang Negara (SUN) hari ini, Selasa (5/7) kembali kurang bergairah. Merujuk Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, jumlah penawaran yang masuk pada lelang kali ini hanya sebesar Rp 25,98 triliun.
Jumlah tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan lelang SUN dua pekan sebelumnya yang sebesar Rp 35,06 triliun.
Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C Permana mengungkapkan, saat ini tingginya risiko di pasar global menjadi pendorong turunnya minat peserta lelang. Ia bilang, dengan tren kenaikan suku bunga global yang semakin agresif dan ancaman adanya resesi, investor pun lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi.
Bahkan tak hanya peserta, dia juga menyebut bahwa pemerintah selaku penerbit juga berhati-hati dalam lelang kali ini. Hal tersebut terindikasi dari lebarnya spread permintaan yield terendah dengan yield tertinggi pada lelang kali ini. Menurutnya ini menandakan peserta cenderung meminta yield yang tinggi di tengah kondisi global yang tidak pasti.
Baca Juga: Minat terhadap Lelang SUN Diyakini Belum Akan Meningkat dalam Waktu Dekat
“Sementara pemerintah, selaku penerbit juga menyerap di bawah target indikator mereka. Ini juga menandakan pemerintah berhati-hati dengan tidak memenangkan sembarangan,” kata Fikri ketika dihubungi Kontan.co.id, Selasa (5/7).
Adapun, pemerintah pada lelang kali hanya menyerap sebanyak Rp 13,8 triliun. Di bawah target indikatif yang telah ditetapkan yakni sebesar Rp 15 triliun.
Lebih lanjut, Fikri melihat tren rendahnya peminat lelang SUN masih bisa berlanjut dalam waktu dekat. Menurutnya, salah satu katalis pendukungnya adalah ketika Bank Indonesia menaikkan suku bunga BI7DRR.
Pasalnya, saat ini bank sentral global sudah semakin agresif dalam menaikkan suku bunga acuan, teranyar bank sentral Australia (RBA) yang menaikkan 50 bps. Alhasil, spread kini semakin mengecil yang membuat posisi Indonesia kurang menarik.
“Hal ini berpotensi memicu terjadinya capital outflow di pasar saham dan obligasi ke depan. Alhasil, ini akan membuat penawaran untuk lelang-lelang berikutnya akan masih relatif lebih rendah,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News