kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Reksadana saham tata ulang aset dasar


Selasa, 23 Juli 2013 / 09:06 WIB
Reksadana saham tata ulang aset dasar
ILUSTRASI. Minimal RAM 8 GB dan SSD Untuk Menjalankan Aplikasi Android di Windows 11


Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Wahyu T.Rahmawati

JAKARTA. Tren suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) tinggi mendorong manajer investasi mengatur ulang atau rebalancing investasinya. Tak cuma manajer investasi, investor pun bisa mulai menata lagi portofolio di tengah tahun ini.

Yudi Rangkuti, Intermediary Business Schroder Investment Management Indonesia mengatakan, reksadana saham bisa menjadi instrumen pilihan investor di tengah kenaikan BI rate. Secara jangka panjang, instrumen ini memiliki prospek menarik dengan estimasi return per tahun sekitar 15% hingga 20%.

Memang, reksadana saham masih fluktuatif dalam jangka pendek. "Dengan demikian, investasi di reksadana saham harus dilakukan dengan tujuan investasi jangka panjang," kata Yudi, kemarin.

Menurut Hans Kwee, Direktur Emco Asset Management, investor bisa mengamankan dananya dengan masuk ke reksadana pasar uang serta menggenggam uang cash. Dia merekomendasikan investor membeli reksadana saham bila Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di kisaran 4.000 hingga 4.200.

Hans menambahkan, investor bisa masuk reksadana pendapatan tetap ketika yield surat utang negara 10 tahun di level 10% -12%. "Ketika harga SUN turun merupakan kesempatan baik untuk investor profit besar," ujar Hans.

Investment Division Head BNI Asset Management, Abdullah Umar mengatakan, reksadana saham dan campuran berpotensi memberikan return lebih tinggi ketimbang reksadana lain. Menurut dia, investor bisa membeli secara berkala. "Jika tujuannya jangka panjang, reksadana saham dan campuran masih positif. Untuk jangka pendek, investor bisa masuk ke reksadana pasar uang," kata Abdullah.

Analis Infovesta Utama Viliawati memperkirakan, hingga akhir tahun, reksadana saham secara rata-rata dapat menghasilkan return 12%-15%, reksadana campuran sebesar 8%-12% dan reksadana pendapatan tetap 5%-7%.

Tata ulang aset dasar

Manajer investasi pun mengatur ulang portofolio di tengah kenaikan BI rate. Yudi mengatakan, pihaknya mengurangi porsi saham-saham multifinance dan properti. "Saham-saham tersebut terkait dengan kenaikan BI rate sehingga kami mengurangi porsinya," kata Yudi.

Kendati demikian, Yudi mengatakan pihaknya masih menggenggam sebagian kecil saham-saham properti. Saham yang menjadi pilihan antara laih saham grup Ciputra dan Agung Podomoro Land (APLN).

Sedangkan saham perbankan masih dipertahankan oleh Schroder. Menurut Yudi, kenaikan BI rate justru tidak mempengaruhi kinerja perbankan. Selain itu, sektor ini masih berpeluang mencatat pertumbuhan.

Saham-saham yang menjadi pilihan Schroder merupakan saham yang memiliki kapitalisasi kuat, seperti saham Bank Negara Indonesia (BBNI), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), dan Bank Mandiri (BMRI).

Schroder mengalihkan portofolio ke saham-saham yang cenderung konservatif dan defensif. Antara lain, saham-saham sektor konsumer, telekomunikasi, media, serta infrastruktur.

Hans mengatakan, pihaknya juga mengamankan posisi dengan melepas saham-saham properti dan perbankan. Menurut dia, era properti berakhir seiring dengan tren suku bunga tinggi. "Terutama untuk rumah menengah ke atas," tutur Hans.

Emco mengalihkan dana ke sektor infrastruktur, konsumer dan konstruksi. Sektor ini masih berpeluang naik.

Hans memperkirakan, suku bunga tinggi akan terjadi di seluruh dunia. Kondisi ekonomi global seperti perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang diikuti dengan rencana pengurangan stimulus, mendorong kenaikan suku bunga acuan.

Tren naiknya inflasi mengakibatkan bank sentral di berbagai negara menaikkan suku bunga untuk menahan dana asing keluar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×